086276100_1544420577-PNBP_SIM_SKCK_PAKETCASH_SURABAYA_2.jpg

Ternyata, Selama Ini Bank Himbara Kuasai Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak

Kementerian Keuangan terus menyisir daftar perusahaan yang menunggak pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari berbagai sektor.

Pada tahap pertama, Kementerian Keuangan telah memblokir 126 perusahaan yang wajib bayar di tahun 2022 dengan nilai Rp 137,67 miliar. 

“Ditahap 1 Agustus 2022 kita memblokir 83 yang wajib bayar. Di bulan Oktober ditambah ada 43 dan akhirnya pada tahun 2022 itu Rp 137,67 miliar,” kata Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, di Jakarta, Kamis (8/6).

Penyisiran yang sama juga dilanjutkan tahun ini. Kali ini  menyasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM.

Puspa membeberkan di KLHK sudah ada 150 wajib bayar yang terjaring dan harus menyelesaikan utangnya. Dari jumlah tersebut sudah ada 60 wajib bayar yang melakukan pembayaran PNBP.

“Yang telah menyelesaikan wajib bayar ada 60 dengan nilai Rp 390 miliar. Jadi kita tunggu saja sisanya,” kata Puspa. 

Sementara itu, di Kementerian ESDM terjaring 169 wajib bayar PNBP. Dari jumlah tersebut sudah ada 18 wajib bayar sudah melakukan kewajibannya dengan nilai Rp 35,78 miliar. “Jadi target kita untuk tahun 2023 saja ada 150 wajib bayar untuk KLHK dan 169 dari ESDM,” kata dia. 

 

Source link

044002400_1614227023-tax-planning-concept-with-wooden-cubes-calculator-blue-table-flat-lay_176474-9519.jpg

Kemenkeu Blokir Ratusan Perusahaan yang Tidak Bayar PNBP

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan terus menyisir daftar perusahaan yang menunggak pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari berbagai sektor.

Pada tahap pertama, Kementerian Keuangan telah memblokir 126 perusahaan yang wajib bayar di tahun 2022 dengan nilai Rp 137,67 miliar. 

“Ditahap 1 Agustus 2022 kita memblokir 83 yang wajib bayar. Di bulan Oktober ditambah ada 43 dan akhirnya pada tahun 2022 itu Rp 137,67 miliar,” kata Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, di Jakarta, Kamis (8/6).

Penyisiran yang sama juga dilanjutkan tahun ini. Kali ini  menyasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM.

Puspa membeberkan di KLHK sudah ada 150 wajib bayar yang terjaring dan harus menyelesaikan utangnya. Dari jumlah tersebut sudah ada 60 wajib bayar yang melakukan pembayaran PNBP.

“Yang telah menyelesaikan wajib bayar ada 60 dengan nilai Rp 390 miliar. Jadi kita tunggu saja sisanya,” kata Puspa. 

Sementara itu, di Kementerian ESDM terjaring 169 wajib bayar PNBP. Dari jumlah tersebut sudah ada 18 wajib bayar sudah melakukan kewajibannya dengan nilai Rp 35,78 miliar. “Jadi target kita untuk tahun 2023 saja ada 150 wajib bayar untuk KLHK dan 169 dari ESDM,” kata dia. 

 

Source link

081584300_1685960230-20230605_161017.jpg

Bonus Atlet SEA Games 2023 Capai Rp 289 Miliar, Dipotong Pajak Enggak Ya?

Liputan6.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan bonus total Rp 289 miliar kepada para atlet, pelatih, dan asisten pelatih SEA Games 2023 yang berhasil meraih medali. Kontingan Merah Putih meraih 276 medali yang terdiri dari 87 emas, 80 perak, dan 109 perunggu.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan para atlet nasional yang berjuang di gelaran SEA Games 2023 menerima bonus uang tunai secara utuh tanpa dipotong pajak.

“Bonus yang diterima sudah bebas pajak. Pajaknya ditanggung Pemerintah, jadi para atlet dan pelatih mendapatkan bonus utuh,” tulis Sri Mulyani melalui Instagram resmi @smindrawati. Sri Mulyani seperti dikutip dari Belasting.id, Kamis (8/6/2023).

Unggahan Sri Mulyani ini mengenai pajak ini membalas kolom komentar netizen yang bertanya dalam unggahan bendahara negara ini mengenai APBN yang disiapkan untuk atlet yang meraih medali dalam ajang SEA Games 2023 di Kamboja.

Sri Mulyani menyebutkan ada 276 medali yang diraih oleh atlet nasional usai berjuang di SEA Games 2023. Itu terdiri dari 87 medali emas, 80 medali perak, dan 109 medali perunggu.

Sejalan dengan itu, dia menyebutkan pihaknya sudah menyiapkan bonus uang tunai ratusan juta sebagai bentuk apresiasi dari pemerintah. Bonus itu diberikan kepada atlet maupun pelatih dan asisten pelatih.

Sri Mulyani memerinci pembagian bonus terbagi menjadi 3 kategori. Pertama, untuk individu yang mendapatkan medali emas diberikan uang senilai Rp525 juta, perak senilai Rp315 juta, dan perunggu senilai Rp 157,5 juta.

Kedua, untuk nomor Ganda, ada bonus bagi peraih medali emas senilai Rp420 juta, perak Rp252 juta, dan perunggu Rp126 juta. Ketiga, untuk nomor beregu, peraih emas dapat Rp367,5 juta, perak Rp220,5 juta, dan perunggu Rp110,25 juta.

“Total anggaran dari APBN #uangkita untuk bonus para atlet berprestasi dan para pelatihnya mencapai Rp 289 miliar,” ungkap Menkeu Sri Mulyani.

Bonus untuk kontingen RI di SEA Games 2023 itu diberikan oleh Presiden Joko Widodo. Adapun penyerahan bonus kepada seluruh atlet, pelatih, dan asisten pelatih berprestasi dilaksanakan di halaman Istana Merdeka.

Source link

023840300_1614322553-pexels-nataliya-vaitkevich-6863186.jpg

Macam-Macam Pajak Daerah dan Pusat di Indonesia, Perlu Diketahui Wajib Pajak

Pajak dibayarkan oleh rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang. Pajak menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Sementara itu, pajak pusat adalah macam-macam pajak yang dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berikut macam-macam pajak pusat, dirangkum dari laman pajak.go.id:

Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Selain dikenakan PPN, atas pengonsumsian Barang Kena Pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:

– Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

– Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atauPada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau

– Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atauApabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

Bea Meterai

Bea Meterai adalah macam-macam pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tertentu

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Source link

034252800_1686191794-1e5032b4-057d-4531-aecf-fd277549d80c.jpeg

Jualan Listrik Melejit, PLN Setor Dividen dan Pajak Rp 37,52 Triliun ke Negara

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) terus meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan negara melalui setoran dividen dan pajak perusahaan. Berdasarkan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PLN di Kantor Kementerian BUMN, Rabu (7/6) disepakati setoran dividen PLN kepada negara sebesar Rp 2,19 triliun, meningkat sebesar 191,7% dari Rp750 miliar di tahun 2021.

Kontribusi PLN terhadap negara tak hanya lewat dividen tetapi juga setoran pajak hingga Rp35,33 triliun atau meningkat sebesar 13,1% dibandingkan tahun 2021.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menanggapi, PLN sebagai perusahaan BUMN berkomitmen untuk terus berkontribusi lebih pada negara dan masyarakat, salah satunya melalui peningkatan performa dari sisi keuangan. Hal ini terlihat pada laporan keuangan tahun 2022 di mana PLN mampu mencatatkan kinerja keuangan terbaik sepanjang sejarah perusahaan dengan laba bersih mencapai Rp14,44 triliun.

“Di balik capaian kinerja keuangan yang kami torehkan, transformasi yang dilakukan korporasi menjadi kunci melewati masa-masa sulit. Hasilnya walaupun menghadapi kerugian kurs hampir 20 triliun, penerimaan laba kami tahun 2022 tetap meningkat 124% dari target,” ujar Darmawan.

Faktor utama peningkatan laba bersih PLN menurut Darmawan adalah peningkatan penjualan listrik yang mencapai 6,3% atau total 273,8 Terawatt hour (TWh) sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan penjualan listrik hingga 7,7% dari Rp288,8 triliun di 2021 menjadi Rp311,1 triliun di 2022.

Penjualan Listrik

Peningkatan penjualan listrik ini didominasi dari pelanggan sektor industri di mana konsumsi listriknya meningkat sebesar 24,54% dan sektor bisnis yang meningkat sebesar 22,47%.

“Ini merupakan bukti bahwa PLN adalah jantungnya perekonomian Indonesia. Kami selalu siap menyediakan listrik andal untuk mendukung produktivitas pelanggan,” tambah Darmawan.

Darmawan menuturkan, peningkatan kinerja PLN ini akan memberikan multiplier effect. Selain mendorong perekonomian masyarakat, juga akan memberikan kontribusi perusahaan kepada negara.

“Kami optimis akan melanjutkan kinerja yang terbaik pada tahun ini dan tahun selanjutnya. PLN akan berupaya optimal dalam mengelola operasional maupun kinerja keuangan sehingga bisa memberikan kontribusi yang lebih lagi ke negara,” tutup Darmawan.

Source link

004001900_1655287332-Rencana_BEA_Materai_untuk_belanja_Daring-Johan-2.jpg

Setoran Pajak Digital PPN PMSE Capai Rp 12,57 Triliun, Disumbang 151 Pemungut

Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga 31 Mei 2023, Pemerintah telah menunjuk 151 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk tiga pemungut PPN PMSE yang ditunjuk pada bulan Mei 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Dwi Astuti, menyebutkan penunjukan di Mei 2023 yaitu kepada Garmin (Europe) Limited, Hotjar Limited, DigitalOcean, LLC. Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk tersebut, 133 di antaranya telah melakukanpemungutan dan penyetoran sebesar Rp 12,57 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran 2020, Rp 3,90 triliun setoran 2021, Rp 5,51 triliun setoran 2022, dan Rp 2,43 triliun setoran tahun 2023,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, danHubungan Masyarakat Dwi Astuti, Rabu (7/6/2023).

Selain tiga penunjukan yang dilakukan, di bulan ini pemerintah juga melakukan pembetulanelemen data dalam surat keputusan penunjukan dari tiga perusahaan, yakni Booking.com, B.V., Evernote GmbH, dan Travelscape, LLC.

Lebih lanjut, Dwi menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

Disamping itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

“Ke depan, untuk terus menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujarnya.

Adapun kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE yakni, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan; dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan.

Source link

021751700_1566899003-20190827-Hutan-Bakau-di-Pesisir-Marunda-Memprihatinkan6.jpg

Bocoran Terbaru Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Diberitakan sebelumnya, Indonesia akan memulai perdagangan bursa karbon pada bulan September mendatang, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelesaikan pengurusan regulasinya pada Juni 2023.

Menjelang dimulainya perdagangan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pihaknya masih mempersiapkan aturan pajak bursa karbon.

“Masih kita lihat bersama-sama nanti,” kata Sri Mulyani kepada wartawan di Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Menkeu menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam mempersiapkan aturan pajak bursa karbon, salah satunya adalah pergerakan ekonomi.

“Kita lihat nanti dari sisi ekonomi kita mungkin kalau momentum pemulihannya cukup robust dan kuat berarti cukup baik, dengan tetap waspada dengan lingkungan globa,” bebernya.

“Di sisi lain komitmen climate change untuk bisa mengakselerasi kita juga melihat sebagai satu kebutuhan,” lanjut Sri Mulyani.

Menkeu mengatakan, pemberlakuan pajak karbon nantinya akan turut berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk OJK.

“Seperti yang disampaikan sebelumnya ini tidak hanya sekedar menjadi sesuatu instrumen yang untuk penerimaan tapi lebih untuk program climate change,” jelas Sri Mulyani.

” Seperti yang dikatakan oleh Pak Mahendra bahwa salah satu instrumen juga untuk memperkuat dari bursa karbon itu adalah pajak karbon dan nanti tarif mengenai karbonnya itu sendiri,” pungkasnya.

 

Source link

028488300_1658396922-Integrasi-NIK-NPWP-Iqbal-5.jpg

57,35 Juta NIK Sudah Bisa Digunakan Sebagai NPWP

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor pokok wajib pajak (NPWP). Tujuannya, untuk mempermudah wajib pajak dalam melakukan transaksi pelayanan pajak.

“Sebagai penanda hari pajak ini kami mohon berkenan ibu (Menkeu) untuk meluncurkan dua kemudahan yang coba kami lakukan di tahun 2022 ini,” kata DIrektur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, dalam Perayaan Hari Pajak, Selasa (19/7/2022).

Pertama, yang diluncurkan adalah elektronikisasi validasi atau konfirmasi setoran pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan.

Selama ini notaris atau wakil dari wajib pajak melakukan validasi ke kantor DJP yang ada diseluruh Indonesia secara langsung datang ke tempat, dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang cukup luar biasa lama.

“Oleh karena itu, keinginan kami pada waktu itu untuk memudahkan masyarakat melakukan transaksi. Jadi, hari ini elektronikisasi mengenai validasi surat setoran pajak pengalihan atas tanah dan bangunan dapat dilakukan bukan hanya wajib pajak yang melakukan transaksi tapi juga dilakukan oleh notaris pembuat akte tanah yang bertugas melakukan pengurusan transaksi tersebut,” jelas Suryo.

Kedua, implementasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak dalam rangka melakukan transaksi pelayanan di Direktorat Jenderal Pajak. Tujuannya untuk memudahkan.

“Karena kadang-kadang mohon maaf kita suka lupa nomor pokok wajib pajak yang kami miliki, tapi kita tidak lupa nomor induk kependudukan yang kami miliki,” ujarnya.

Source link

083140300_1683339457-FOTO.jpg

OPINI: Aspek Perpajakan atas Perusahaan Grup

Liputan6.com, Jakarta – Pada era globalisasi ekonomi, lebih dari 60% volume transaksi internasional dilakukan oleh pelaku usaha besar yang memiliki hubungan istimewa (related party relations) atau sering disebut perusahaan grup (associate companies). Perusahaan grup tersebut memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dibandingkan dengan entitas hukum lainnya didalam persaingan usaha. Perusahaan grup memiliki sumber daya ekonomi (economic resources) yang besar sehingga dapat beroperasi lebih efisien dan efektif.

Entitas-entitas hukum (subsidiary companies) dalam perusahaan grup dapat dibedakan sesuai dengan supply chain of business yang tersebar di berbagai yurisdiksi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) di yurisdiksi-yurisdiksi tersebut ataupun dalam upaya memperluas pasar. Entitas-entitas hukum dalam perusahaan grup ada yang berfungsi sebagai pusat laba (profit center), pusat penghasilan (revenue center), biaya dan pendukung (cost and supporting center).

Transaksi ekonomi antara sesama entitas hukum dalam perusahaan grup merupakan suatu keniscayaan. Perusahaan grup memiliki standar pengukuran harga atas transaksi dalam hubungan istimewa dalam menentukan nilai wajar atas transaksi antar-grup perusahaan multinasional tersebut. Pada transaksi dalam hubungan istimewa, harga yang terbentuk mengacu pada prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) atau arm’s length principle dengan menggunakan berbagai metode penentuan harga antara lain, comparable uncontrolled price (CUP) method, resale price method dan cost plus method.

Bila ditinjau dari ukurannya (size), perusahaan grup sangat bervariasi mulai dari yang sederhana dimana jumlah entitas hukumnya tidak banyak yaitu 2 hingga 10 entitas hukum, hingga pada perusahaan grup yang besar dimana entitas hukumnya berjumlah di atas seratus entitas hukum.

Selain itu, entitas-entitas hukumnya ada yang berdomisili di manca negara, maka perusahaan grup tersebut dikelompokkan sebagai perusahaan multinasional (mutinational corporation). Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, perusahaan multinasional tersebut tunduk pada ketentuan pajak dibeberapa yurisdiksi.

Tujuan komersial perusahaan grup adalah memaksimalkan laba usahanya dan salah satu strateginya adalah meminimalkan beban operasional dan beban lainnya. Kebijakan perusahaan untuk memenuhi tujuan perusahaan dan pemegang saham (shareholders) tersebut sadar ataupun tidak dapat berbenturan dan menyimpang dari ketentuan perundang-undangan pajak yang berlaku di suatu yurisdiksi.

Hal yang demikian sangat mungkin terjadi bila perusahaan grup memaksimalkan laba usahanya dengan cara mengalihkan laba usaha (profit shifting) dari suatu yurisdiksi ke low tax jurisdictions melalui perusahaan cangkang (special purpose company/SPV), transfer pricing, thin capitalization, controlled foreign companies (CFC), back to back loan, treaty abuse, dan rekayasa transaksi keuangan lainnya.

Perencanaan pajak yang agresif tersebut menyebabkan tergerusnya basis pemajakan sehingga mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak (tax revenue forgone) yang seharusnya diterima atau diperoleh oleh suatu yurisdiksi. Padahal diketahui bahwa penerimaan pajak pada banyak yurisdiksi termasuk Indonesia merupakan sumber utama penerimaan APBN.

Oleh karenanya, kelompok yurisdiksi maju (developed jurisdictions) yang tergabung dalam kelompok OECD dan G7 memiliki pendekatan (approches) berupa kebijakan pengawasan dan pemeriksaan maupun struktur organisasi yang khusus untuk menangani kepatuhan perusahaan grup.

Misalnya Jerman dan Belanda memiliki kebijakan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perusahaan grup. Sedangkan Australian Tax Office (ATO) memiliki suatu divisi khusus yaitu divisi Public Groups and International untuk memberikan supervisi kepada perusahaan grup dan pemiliknya (ultimate shareholders).

Alasannya otoritas pajak dari kelompok yurisdiksi maju tersebut adalah memberikan pelayanan yang prima (excellent service), berdasarkan ukuran (size), kompleksitas, dan perilaku perusahaan grup, dan sekaligus pengawasan kepatuhan karena perusahaan grup memberikan kontribusi penerimaan yang sangat signifikan yaitu di atas 60% dari jumlah penerimaan sehingga memudahkan otoritas pajak dalam mengadministrasikan penerimaan.

Selain aspek kebijakan dan organisasi, kelompok yurisdiksi maju juga melengkapi administrasi perpajakannya dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang cakap dan berpengalaman (profesional) dan sarana serta prasara pendukung yang memadai sehingga otoritas pajak mampu secara efektif mengadministrasikan penerimaan dari perusahaan grup.

 

Oleh: John Hutagaol, Guru Besar Perpajakan dan bekerja di Direktorat Jenderal Pajak sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban SDM. Tulisan ini adalah pendapat pribadi.

Source link

026114800_1431942308-Hadi-Poernomo2.jpg

Pemerintah Belum Punya Political Will Kuat Implementasikan Single Identity Number Pajak

Liputan6.com, Jakarta – Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian keuangan (Kemenkeu) Hadi Poernomo melihat bahwa pemerintah belum memiliki kemauan politik atau political will yang besar untuk mewujudkan single identity number (SIN) Pajak. Padahal, SIN Pajak sangat penting untuk meningkatkan pendapatan negara. 

“Asal ada political will dari pemerintah untuk mewujudkannya [SIN Pajak], insyaallah bisa diatasi semua,” katanya dikutip dari Belasting.id, Minggu (4/6/2023).

Hadi menjelaskan saat ini SIN Pajak belum bisa terwujud karena diduga melanggar UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Tapi Hadi tidak sependapat dengan pandangan itu. Menurutnya bila ada political will, dugaan melanggar UU itu bisa diluruskan. “Tinggal diluruskan, dan pelurusannya enggak sampai 24 jam asal ada political will dari pemerintah,” katanya.

SIN Pajak penting karena hal itu mampu meningkatkan penerimaan pajak sekaligus mencegah korupsi. Sebab dengan SIN Pajak, data-data keuangan tidak lagi tersembunyi, melainkan bisa diakses untuk kepentingan perpajakan.

“Semua pihak jadi dipaksa untuk jujur dan transparan,” tambah Hadi Poernomo.

SIN Pajak juga merupakan amanat undang-undang, yaitu pasal 38 A UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan pasal 8 UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

 

Source link