086270800_1696982487-WhatsApp_Image_2023-10-11_at_05.32.39.jpeg

Top 3: Luhut Instruksikan Pajak Hiburan 40%-75% Ditunda

Tarif pajak untuk jasa hiburan atau pajak hiburan Jakarta yang meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa resmi naik menjadi 40 persen. 

Kenaikan pajak hiburan ini tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perda tersebut diteken Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tertanggal 5 Januari 2024.

Penetapan tarif pajak sebesar 40 persen untuk jasa hiburan itu terdapat pada Pasal 52 ayat 2. Besaran tarif pajak tersebut sesuai dengan ketentuan untuk objek pajak barang jasa tertentu (PBJT).

“Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen),” demikian bunyi Perda tersebut, dikutip dari Kanal News Liputan6.com, Rabu (17/1/2024).

Baca artikel selengkapnya di sini


Source link

013227900_1422934136-Ilustrasi-Pajak-150203-2-andri.jpg

PPNS DJP Jaksel II Serahkan Tersangka Pidana Pajak ke Kejari, Rugikan Negara Nyaris Rp 1 Miliar

Liputan6.com, Jakarta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan II menyerahkan tersangka GW beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di Jl. Tanjung No.1, RT.1/RW.2, Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Berkas perkara dan barang bukti telah diteliti langsung oleh Jaksa dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Tersangka GW diduga dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, yang dilakukan melalui PT DPI dalam kurun waktu Juni 2017 sampai dengan September 2017 dan Februari 2018 sampai dengan Desember 2018.

“Perbuatan tersangka GW menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari sektor pajak sebesar Rp912.559.443,00,” dikutip dari keterangan tertulis DJP, Rabu (17/1/2024).

Terhadap tersangka GW, berdasarkan fakta dan analisa yuridis tersebut di atas diduga kuat telah melakukan tindak pidana yang dapat dipersangkakan pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Jo Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Penegakan hukum di bidang perpajakan sesuai ketentuan perundang undangan merupakan upaya hukum terakhir (ultimum remedium). Sehingga dalam prosesnya tersangka sudah diberi kesempatan untuk menempuh upaya hukum administratif dengan membayar kekurangan pokok pajak beserta sanksi administrasi sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Namun karena yang bersangkutan tidak memenuhinya, maka proses penegakan hukum harus dijalankan.

 


Source link

086270800_1696982487-WhatsApp_Image_2023-10-11_at_05.32.39.jpeg

Perintah Menko Luhut: Tunda Kenaikan Pajak Hiburan 40%-75%

Diberitakan sebelumnya, Pajak hiburan naik dengan kisaran 40-75 persen menuai protes dari kalangan pengusaha, termasuk ada sebagian yang melayangkan gugatan terhadap aturan tersebut. Lantas, apakah pemerintah akan merevisi aturan tersebut?

Diketahui, artis kondang Inul Daratista hingga Hotman Paris turut bersuara mengenai tingginya pajak hiburan ini. Tercatat ada sekitar 22 pemohon yang turut serta melayangkan permohonan judicial review atas kenaikan pajak hiburan itu ke Mahkamah Konstitusi.

Aturan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Merespons upaya hukum itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pihaknya menyerahkan pada keputusan MK.

“Kalau judicial review akan menunggu keputusan MK-nya,” ucap dia saat ditemui di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Terkait revisi aturan, Susiwijono mengatakan tetap mengacu pada perkembangan proses hukum di MK. Kendati, dia juga menegaskan kalau UU HKPD sebagai payung hukum pajak hiburan naik jadi 40-75 persen sudah ditetapkan sejak 2022 silam.

“Kan ini undang-undang sudah ditetapkan di 2022 yang lalu, tinggal pelaksanaannya. Nanti tinggal nunggu keputusan di MK, kalau memang ada keputusan untuk mereview ya seperti biasa, kami kan juga menangani judicial review kan cukup banyak, Undang-Undang Cipta Kerja kan sedang proses sekian banyak JR juga disana,” paparnya.


Source link

067832200_1705411928-kane-reinholdtsen-LETdkk7wHQk-unsplash.jpg

8 Respons Berbagai Pihak Terkait Pajak Hiburan Bakal Naik 40-75 Persen

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan merespon protes pengusaha atas pengenaan pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa mulai dari 40 persen sampai dengan 75 persen. Besaran pungutan pajak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak hiburan 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu.

“Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan,” ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa 16 Januari 2024.

Lanjutnya, pengenaan pajak hiburan khusus tersebut telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Dalam proses pembahasan UU HKPD bersama DPR RI disepakati bahwa besaran pungutan pajak hiburan karaoke hingga spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen.

“Jadi, dalam dinamika pembahasan bersama DPR maka ketemu lah angka segitu,” ucap Lydia.

Selain itu, kinerja keuangan bisnis karaoke, diskotek, hingga spa juga telah berhasil pulih ke level sebelum pandemi. Lydia mencatat, pendapatan pajak daerah dari hiburan khusus tersebut mencapai Rp2,4 triliun pada 2019 lalu. Sedangkan, data internal untuk tahun 2023 berjalan telah terkumpul Rp2,2 triliun.

“Jadi, 2019 total pendapatan dari pajak hiburan adalah tertentu Rp2,4 triliun. Covid 2020 turun tuh terjun Rp787 miliar. Di 2021, makin turun Rp477 miliar. Lalu covid 2022, itu naik dari Rp 477 miliar menjadi Rp1,5 triliun. Dan sekarang sudah hampir mendekati sebelum covid, data kami di 2023 sementara itu Rp2,2 triliun,” bener Lydia.

Lydia menyebut bahwa UU HKPD juga tetap membuka ruang bagi pelaku usaha diskotek, karaoke, hingga spa untuk mengajukan insentif bagi yang merasa kesulitan untuk membayarkan kewajiban pajaknya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 101 UU HKPD.

Dalam pasal 101 Ayat 3 mengatur bahwa Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi atau diberikan secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan, antara lain:

a. kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib Retribusi;

b. kondisi tertentu objek Pajak, seperti objek Pajak terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan untuk menghindari pembayaran Pajak;

c. untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro;

d. untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam mencapai program prioritas Daerah; dan/atau

e. untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional.

“Tapi, nantinya pelaku usaha bersangkutan diharuskan untuk mengajukan laporan keuangan ke pada masing-masing pemerintah daerah,” pungkas Lydia.

Lydia juga mengatakan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan mengundang pelaku usaha, diantaranya Inul Daratista untuk mendiskusikan terkait pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan atau biasa disebut pajak hiburan.

“Kami bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan berbicara dengan para pelaku usaha hiburan spa dan karaoke. Kemenparekraf sepakat untuk kita bicara dengan asosiasi, kami akan jadwalkan,” kata dia.

Rencana pertemuan tersebut dilatarbelakangi lantaran beberapa waktu ini tarif pajak hiburan ramai diperbincangkan di media sosial, apalagi setelah Penyanyi sekaligus pemilik rumah karaoke InulVizta, Inul Daratista dan pengacara kondang Hotman Paris, angkat bicara mengenai kenaikan tarif pajak hiburan yang dinilai terlalu tinggi.

Lydia mengungkap, kenaikan itu mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.

“Jadi, untuk yang jasa tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, untuk mempertimbangkan rasa keadilan,” terang dia.

Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha.

Adapun dalam penentuan tarif pajak hiburan, Kementerian Keuangan telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pembahasan bersama DPR.

“Pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara,” jelasnya.

Maka dengan demikian Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sangat terbuka jika ada ketentuan yang tidak disetujui atau butuh uji materi (judicial review).


Source link

029420200_1705396593-Banner_Infografis_Heboh_Kenaikan_Pajak_Hiburan_40-75_Persen.jpg

Pemprov DKI Tetapkan Pajak Karaoke hingga Spa di Jakarta Jadi 40 Persen

Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menetapkan tarif pajak untuk jasa hiburan meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa menjadi 40 persen.

Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perda tersebut diteken Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tertanggal 5 Januari 2024.

Dilihat Liputan6.com, penetapan tarif pajak sebesar 40 persen untuk jasa hiburan itu terdapat pada pasal 52 ayat 2. Besaran tarif pajak tersebut sesuai dengan ketentuan untuk objek pajak barang jasa tertentu (PBJT).

“Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen),” demikian bunyi Perda tersebut, dikutip Rabu (17/1/2024).

Besaran tarif pajak jasa hiburan di Jakarta pada 2024 ini naik dari tarif pajak dalam ketentuan lama, yakni Perda Nomor 3 Tahun 2015. Dimana tarif pajak untuk diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya hanya 25 persen.

Sementara itu, tarif PBJT atas makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan pada 2024 di Jakarta ditetapkan sebesar 10 persen.

 

Mulai dari kecelakaan kereta api vs mobil hingga pajak hiburan naik Inul PHK 5.000 karyawan, berikut sejumlah berita menarik News Flash Liputan6.com.


Source link

031212300_1705404022-IMG-20240116-WA0090.jpg

Kemenkeu Ajak Inul Daratista Cs Diskusi Bahas Pajak Hiburan hingga 75 Persen

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno merespons positif ajakan Inul Daratista untuk mendiskusikan soal tarif pajak hiburan yang naik. Ia juga mengajak Hotman Paris Hutapea yang memprotes hal serupa bertemu muka.

“Tadi kita udah ngobrol bareng sama Mbak Rieka dan Mas Piyu. Saya sudah mengundang Bang Hotman dan dan Mba Inul. Bang Hotman mungkin di Kopi Joni, kalau Mbak Inul kayaknya serunya di karaoke Inul Vista,” kata Sandiaga seusai Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Senin, 15 Januari 2024.

Ia berharap pertemuan dengan Inul dan Hotman Paris itu bisa terlaksana pada minggu ini. Ia mengaku masih ada waktu kosong yang tersedia karena tidak ada agenda ke luar kota di awal minggu.

“Saya tadinya mengundang ke sini, tapi ternyata hari ini belum ada konfirmasi, karena setiap Senin, kita buka peluang bagi seluruh pihak, termasuk media juga bagi pelaku parekraf untuk curhat sampai curcol kepada kita,” sambung Sandi.

Sandi mengaku penyusunan UU Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang memuat aturan besaran pajak hiburan itu dilakukan terintegrasi di pemerintah. UU tersebut adalah turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang banyak ditentang masyarakat karena dinilai terlalu berpihak pada pengusaha.

“Ini muaranya UU Cipta Kerja yang diturunkan ke UU Nomor 1 Tahun 2022 yang akan diterapkan dua tahun setelah itu. Jadi memang ada jeda sekitar dua tahun untuk ada diskursus,” kata dia tanpa menjawab apakah Kemenparekraf dilibatkan langsung dalam pembahasan pasal tersebut.


Source link

029420200_1705396593-Banner_Infografis_Heboh_Kenaikan_Pajak_Hiburan_40-75_Persen.jpg

Top 3: Jawaban Menohok Kemenkeu soal Protes Inul Daratista Terkait Pajak Hiburan 40%-75%

Liputan6.com, Jakarta Aturan baru yang merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja mengatur pajak hiburan bisa dikutip pemerintah daerah sebesar 40-75 persen. Lima jenis bidang usaha setidaknya terdampak, seperti tempat karaoke, bar, dan spa.

Namun kebijakan mengenai pajak hiburan ini menuai protes oleh para pengusaha karaoke, salah satunya Inul Daratista.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak hiburan 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu. 

Berita mengenai jawaban menohok Kemenkeu soal protes Inul Daratista terkait pajak hiburan 40%-75% ini menjadi salah satu berita yang paling banyak dibaca. Berikut daftar berita yang paling banyak dibaca di kanal Bisnis Liputan6.com, Rabu (17/1/2024):

1. Inul Daratista Protes Pajak Karaoke Cs 40%-75%, Kemenkeu Beri Jawaban Menohok

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan merespon protes pengusaha atas pengenaan pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa mulai dari 40 persen sampai dengan 75 persen. Besaran pungutan pajak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak hiburan 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu. 

“Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan,” ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).

Baca artikel selengkapnya di sini

 


Source link

031212300_1705404022-IMG-20240116-WA0090.jpg

Pengusaha Keberatan Tarif Pajak Hiburan 40%-75% Bisa Ajukan Diskon Pajak, Begini Caranya

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan merespon protes pengusaha atas pengenaan pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa mulai dari 40 persen sampai dengan 75 persen. Besaran pungutan pajak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak hiburan 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu. 

“Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan,” ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).

Lanjutnya, pengenaan pajak hiburan khusus tersebut telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Dalam proses pembahasan UU HKPD bersama DPR RI disepakati bahwa besaran pungutan pajak hiburan karaoke hingga spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen.

“Jadi, dalam dinamika pembahasan bersama DPR maka ketemu lah angka segitu,” ucap Lydia.

Selain itu, kinerja keuangan bisnis karaoke, diskotek, hingga spa juga telah berhasil pulih ke level sebelum pandemi. Lydia mencatat, pendapatan pajak daerah dari hiburan khusus tersebut mencapai Rp2,4 triliun pada 2019 lalu. Sedangkan, data internal untuk tahun 2023 berjalan telah terkumpul Rp2,2 triliun.

“Jadi, 2019 total pendapatan dari pajak hiburan adalah tertentu Rp2,4 triliun. Covid 2020 turun tuh terjun Rp787 miliar. Di 2021, makin turun Rp477 miliar. Lalu covid 2022, itu naik dari Rp 477 miliar menjadi Rp1,5 triliun. Dan sekarang sudah hampir mendekati sebelum covid, data kami di 2023  sementara itu Rp2,2 triliun,” bener Lydia.

Lydia menyebut bahwa UU HKPD juga tetap membuka ruang bagi pelaku usaha diskotek, karaoke, hingga spa untuk mengajukan insentif bagi yang merasa kesulitan untuk membayarkan kewajiban pajaknya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 101 UU HKPD.

 


Source link

029420200_1705396593-Banner_Infografis_Heboh_Kenaikan_Pajak_Hiburan_40-75_Persen.jpg

Diprotes Hotman Paris hingga Inul, Ini Perbedaan Tarif Pajak Hiburan Lama dan Baru

Adapun sebelum ada UU HKPD, pengaturan terkait pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) Nomor 28 Tahun 2009. Dimana pajak hiburan dikategorikan menjadi pajak kabupaten/kota.

Pada Pasal 42 UU PDRD tertulis bahwa hiburan yang dimaksud diantaranya tontonan film; pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; dan kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya.

Selanjutnya, pameran; diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; dan permainan bilyar, golf, dan boling.

Lalu, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan pertandingan olahraga.

Pada Pasal 45 UU PDRD tertulis bahwa tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen. Namun, khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen, tanpa menyebutkan batas tarif minimal seperti di UU HKPD.

 


Source link

069406000_1699586279-keem-ibarra-I2Dz5Hljm9g-unsplash.jpg

Tanggapan PHRI Terkait Pajak Hiburan 40 Persen: Mengancam Kelangsungan Bisnis dan Hambat Penyerapan Tenaga Kerja

Liputan6.com, Jakarta – Ketetapan pajak hiburan yang besarannya antara 40–75 persen menuai beragam reaksi. Dari sisi pariwisata, kenaikan pajak tersebut dinilai akan memberatkan pemilik bisnis dan justru akan menghambat penyerapan tenaga kerja dan berpengaruh ke banyak sektor.

Pariwisata itu bisnis kolaborasi, kalau bicara itu berarti ekosistemnya banyak, bukan hanya hotel dan restoran ada hiburan dan transportasi. Hiburan salah satu bagiannya dan itu aspek interest atraksi di sebuah destinasi,” ungkap Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (16/1/2024). 

“Jadi kalau hiburan tidak kompetitif, maka akan berdampak pada banyak aspek,” sambungnya lagi.

PHRI sendiri sudah mengatakan keberatan terkait besaran pajak tersebut. Hal pertama menurutnya dalam membuat kebijakan penetapan pajak tersebut, pemerintah tidak melibatkan dunia usaha dan tidak melihat kemampuan dari wajib pajaknya.

Selain itu, persentase pajak tersebut di tiap daerah juga tidak bisa disamakan karena tiap wilayah pendapatan masyarakatnya pun berbeda. “Pajak tinggi itu biasanya untuk bisnis yang dibatasi ruangnya, tapi apakah bisnis hiburan akan dibatasi pemerintah? Padahal ini (bisnis hiburan) menyerap tenaga kerjanya banyak dan tidak membutuhkan spesial skill,” Yusran mempertanyakan. 

Kebijakan pajak tersebut pun dinilai besebrangan dengan keinginan pemerintah untuk bisa memperluas lapangan kerja bagi masyarakat. Sementara bisnis hiburan di Indonesia saat ini masih mendapat konotasi “negatif” sehingga mendapat tekanan pajak yang besar, padahal menurutnya tidak selalu demikian. 

 


Source link