044002400_1614227023-tax-planning-concept-with-wooden-cubes-calculator-blue-table-flat-lay_176474-9519.jpg

Tarif PPh 21 Terbaru, Menghitung Pajak Berdasarkan Kategori Pribadi

Perubahan metode penghitungan tarif PPh 21 mulai 1 Januari 2024 memperkenalkan tarif efektif rata-rata (TER) bulanan. Tarif ini disusun dalam tabel berdasarkan besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan dari wajib pajak. Tabel ini membantu mengidentifikasi besaran tarif PPh 21 yang harus diterapkan setiap bulannya selain Desember 2023.

Dwi menjelaskan bahwa tarif efektif bulanan ini telah mempertimbangkan berbagai faktor pengurang penghasilan bruto, termasuk biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan PTKP yang seharusnya menjadi pengurang penghasilan bruto. Dengan demikian, penghasilan bruto per bulan dapat langsung dikalikan dengan tarif efektif bulanan untuk menghitung PPh 21 yang harus dibayar.

Tabel yang digunakan untuk penghitungan tarif PPh 21 ini disusun dengan mencantumkan jenis status PTKP ke bawah dan jumlah tanggungan ke samping. Status PTKP diurutkan sebagai Tidak Kawin (TK), Kawin (K), serta Kawin dan Pasangan bekerja (K/I). Untuk setiap status, terdapat variasi jumlah tanggungan yang diidentifikasi dengan simbol TK/0 hingga TK/3, K/0 hingga K/3, dan K/I/0 hingga K/I/3. Nominal PTKP untuk setiap kategori juga telah ditentukan, di mana TK/0 memiliki PTKP sebesar Rp 54 juta, K/0 sebesar Rp 58,5 juta, dan K/I/0 sebesar Rp 108 juta.

Dengan adanya tabel ini, tarif efektif bulanan dapat langsung digunakan sebagai pengali untuk menghitung total pendapatan bruto setiap bulan, kecuali pada bulan Desember. Hal ini menyederhanakan proses penghitungan pajak bagi para wajib pajak dan memastikan bahwa perhitungan pajak bulanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada bulan Desember atau masa pajak terakhir, perhitungan tarif PPh 21 akan kembali menggunakan metode normal, yaitu penghasilan bruto setahun dikurangi berbagai faktor pengurang sebelum akhirnya dikalikan dengan tarif Pasal 17 UU PPh untuk mendapatkan nilai PPh Pasal 21 setahun. Nilai ini kemudian digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan pada masa pajak terakhir.

 


Source link

078702200_1651047445-WhatsApp_Image_2022-04-27_at_10.32.10__1_.jpeg

Jurus Pos Indonesia Dongkrak Penjualan Meterai Tempel

Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka evaluasi penjualan meterai tempel di Agen Meterai serta upaya peningkatan transaksi agen meterai, PT Pos Indonesia (Persero) dengan branding barunya PosIND, selaku distributor resmi penjualan meterai tempel menggelar kegiatan evaluasi dan workshop Agen Meterai.

Kegiatan  tersebut diselenggarakan selain sebagai evaluasi dan workshop, juga sebagai upaya menjalin hubungan kerja yang lebih kuat dan strategis antara Pos IND dengan para agen meterai khususnya penjualan meterai tempel atau meterai fisik.

Mengoptimalkan Kinerja Agen Meterai

Haris, selaku Direktur Bisnis Jasa Keuangan PT Pos Indonesia (persero), menyatakan bahwa PT Pos Indonesia terus berinovasi dalam penjualan meterai, khususnya meterai tempel. Mulai tahun 2023, PT Pos Indonesia menerapkan pola keagenan untuk memastikan pendapatan jasa keuangan yang lebih optimal. 

“Para agen dipilih untuk memperoleh provisi, dan penjualan tunai di loket kantor pos kini harus cashless. Sampai saat ini ada 5 agen meterai yang kami undang hari ini untuk berdiskusi dan mengevaluasi kinerja yang sudah dibukuhkan oleh para agen ini. Secara prinsip sudah bagus, hanya saja mungkin dari sisi volume itu masih belum seperti yang kita harapkan,” kata Haris.

Haris menjelaskan bahwa  terkait meterai, saat ini status PT Pos Indonesia masih menjadi sub agen. 

“Nah jadi kita bukan distributornya e-meterai. Jadi e-meterai itu distributor tunggalannya itu ada di Peruri. Sama seperti PT Pos Indonesia untuk meterai tempe itu ada di PosIND. Seiring berjalannya waktu berdasarkan evoluasi memang capaian kinerja e-meterai ini masih jauh dari harapan. Karena itu kita memang akan masuk juga terlibat nanti di E-Materai ini,” jelas Haris. 

Saat ini, lanjut Haris, PT Pos Indonesia dalam proses mengajukan ijin untuk bisa ikut dalam penjualan e-meterai. Juga kejelasan PosIND dalam status sebagai agen atau sebagai distributor. 

“Jadi artinya bahwa Pos merupakan salah satu distributor e-meterai selain beberapa distributor yang sudah bekerja sama dengan Peruri. Jadi nanti PT Pos Indonesia itu bekerja sama dengan Peruri untuk penjualan E-Materai. Jadi baik di loket Kantorpos maupun di mobile app PT Pos Indonesia, Pospay,” kata Haris.

Mengenai target yang disematkan dari Ditjen Pajak, Haris menjelaskan tentang upaya yang terus dilakukan PosIND.

“Jadi dari sisi kami PT Pos Indonesia selain keberadaan agen meterai tadi, kami juga melakukan program. Ada yang namanya program warung meterai, sejuta warung meterai. Artinya kita ingin menambah titik penjualan meterai tadi. Di samping itu juga kalau kita lihat musuh utama ataupun pesaing utama dari meterai tempe ini adalah meterai palsu. Karena itu sosialisasi itu terus kita dorong,” ungkapnya.

“Sosialisasi kepada masyarakat bahwa PT Pos lah tempat resmi penjualan materai. Dan kita arahkan bahwa mereka untuk membeli di kantor pos ataupun agen-agen yang memang resmi. Sehingga memang mereka karena ada sanksi kan. Pada saat mereka memakai meterai tempel, mereka akan dikenakan sanksi. Ada pidana yang mengatur itu,” tutur Haris 

 


Source link

040342400_1714383611-fotor-ai-20240429134010.jpg

Swiss Bakal Keluarkan Standar Global Pelaporan Pajak Kripto

Sebelumnya, Kota Lugano di Swiss telah mengadopsi mata uang digital dengan memungkinkan warga dan dunia usaha menggunakannya untuk pembayaran pajak dan biaya kota. 

Dalam pengumuman resmi pada 5 Desember, Lugano mengumumkan penerimaan Bitcoin (BTC) dan Tether (USDT) sebagai metode pembayaran untuk faktur yang diterbitkan oleh Lugano, menggunakan platform cryptocurrency Swiss, Bitcoin Suisse.

Melalui inisiatif baru ini, penduduk Lugano dapat dengan mudah melunasi pajak dan berbagai layanan mereka dengan memindai kode tagihan QR Swiss yang terdapat pada faktur mereka dan melakukan transaksi menggunakan dompet seluler pilihan mereka dan mata uang kripto yang dipilih.

Perkembangan ini merupakan bagian dari Rencana Lugano yang lebih luas, sebuah usaha kolaborasi dengan Tether yang bertujuan memanfaatkan teknologi Bitcoin untuk merevolusi sistem keuangan kota. 

Bitcoin Suisse, yang bertindak sebagai mitra teknis dalam solusi pembayaran terintegrasi ini, mendukung Lugano dalam menerima pembayaran Bitcoin dan Tether untuk pembayaran pajak dan faktur lain yang terkait dengan layanan kota.

Chief Product Officer di Bitcoin Suisse, Armin Schmid mengatakan sangat menyenangkan melihat semakin banyak kota di Swiss yang menawarkan pembayaran dalam mata uang kripto sebagai opsi yang tersedia bagi warga negara dan perusahaan.

“Ini melengkapi metode pembayaran tradisional seperti loket kantor pos dan platform e-banking,” kata Schmid, dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (8/12/2023).

Lugano telah menerapkan solusi berbasis blockchain di masa lalu, termasuk mengintegrasikan rantai Polygon pada aplikasi MyLugano, token pembayaran LVGA Points, franc digital Lugano, dan infrastruktur blockchain 3Achain. 

Kota Swiss lainnya seperti Zug mulai menerima Bitcoin dan Ether untuk pembayaran pajak dari individu dan perusahaan lokal pada 2021, sementara Zermatt memperkenalkan opsi untuk membayar pajak dengan Bitcoin dalam kemitraan dengan Bitcoin Suisse pada Januari 2020.

 

 


Source link

091968100_1716087891-20240519-Elon_Musk-AFP_1.jpg

Starlink Beroperasi di Indonesia, Elon Musk Wajib Bayar Pajak

Liputan6.com, Bali Pendiri SpaceX Elon Musk dijadwalkan akan meluncurkan layanan jaringan satelit Starlink di salah satu puskesmas di Kota Denpasar, Bali pada Minggu, 19 Mei 2024 sore. Untuk sementara, akses jaringan milik Elon Musk tersebut baru akan dikhususkan untuk sektor pendidikan dan kesehatan.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menegaskan, Pemerintah RI tak ingin memberikan keistimewaan pada Elon Musk. Sebab, pemerintah ingin menciptakan level of playing field yang setara antara Elon Musk bersama operator telekomunikasi lokal, termasuk soal penarikan pajak.

“Satu, NOC di Indonesia, network operation center. Kedua, customer service-nya bagaimana, ketiga menyangkut perpajakan, PPN/PPh,” kata Menkominfo dalam sesi konferensi pers World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center, Minggu (19/5/2024).

“Jangan sampai pelayanan yang ini dia tidak kena PPN/PPh, sementara operator seluler juga musti punya kewajiban untuk membayar pajak PPN dan PPh,” tegas dia.

Khsusu Daerah Pelosok

Sehingga, untuk sementara Elon Musk nantinya baru akan bisa memberikan akses jaringan khusus untuk sektor pendidikan dan kesehatan saja, khususnya di daerah pelosok Indonesia.

Sementara untuk penyediaan jaringan internet secara komersial, pemerintah masih terus berdiskusi dengan Elon Musk. Sebab, kata Menkominfo, pemerintah tak ingin rugi ditipu.

“Evaluasi berkala lah, bisa sebulan, dua bulan, tiga bulan. Tapi kita akan mantau terus. Karena kalau enggak memenuhi akan susah ke kitanya. Kita kan sebagai pemerintah harus melindungi warga negara kita. Kalau tiba-tiba ditipu, tiba-tiba ada laporan jualan Starlink ternyata satelit mainan, yang rugi kan kita,” tuturnya.

 


Source link

040647500_1712399188-WhatsApp_Image_2024-04-06_at_02.38.37.jpeg

Enzy Storia Curhat Tasnya Ditahan Bea Cukai Tapi Ogah Ditebus, Stafsus Menkeu Langsung Minta Maaf

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengungkapkan alasan ketatnya pengawasan sekaligus penindakan yang dilakukan Bea Cukai atas barang impor ilegal maupun bermasalah. Menurutnya, langkah ini bertujuan untuk kepentingan negara.

Askolani menyebut, jika barang impor ilegal dibebaskan masuk ke dalam negeri akan menganggu perekonomian Indonesia.

“Jika, nggak dijaga ekonomi bisa terganggu,” kata Askolani kepada awak media di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024), melansir kanal Bisnis Liputan6.com.


Source link

016844900_1707701886-fotor-ai-2024021282959.jpg

Sampai April 2024, Sri Mulyani Kumpulkan Duit Segini dari Pajak Kripto

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 154 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 19,5 triliun.

Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp 2,6 triliun setoran tahun 2024.

Selain itu, Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 2,02 triliun sampai dengan April 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 470,18 miliar penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp 696,78 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp244,4 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,08 triliun.

Lalu, DJP juga mencatat penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga April 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp1,91 triliun.

“Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp388,84 miliar penerimaan tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp128,22 miliar dan PPN sebesar Rp1,78 triliun,” pungkasnya.


Source link

016844900_1707701886-fotor-ai-2024021282959.jpg

Sampai April 2024, SriMulyani Kumpulkan Duit Segini dari Pajak Kripto

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 154 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 19,5 triliun.

Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp 2,6 triliun setoran tahun 2024.

Selain itu, Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 2,02 triliun sampai dengan April 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 470,18 miliar penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp 696,78 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp244,4 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,08 triliun.

Lalu, DJP juga mencatat penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga April 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp1,91 triliun.

“Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp388,84 miliar penerimaan tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp128,22 miliar dan PPN sebesar Rp1,78 triliun,” pungkasnya.


Source link

Sri Mulyani Sudah Kantongi Rp 24,12 Triliun Pajak Digital, Terbesar dari Sini

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp24,12 triliun hingga 30 April 2024.

Jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp19,5 triliun, pajak kripto sebesar Rp 689,84 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,03 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp1,91triliun.

Disisi lain, sampai dengan April 2024 pemerintah telah menunjuk 172 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk enam penunjukan baru, satu pembetulan dan satu pencabutan data pemungut PPN PMSE.

Penunjukan baru di bulan April 2024 yaitu Tradeshift Holdings, Inc., Ahrefs Pte. Ltd., Amazon EU S.à r.l., Evernote Corporation, Lemon Squeezy LLC, dan Posit Software, PBC.Pembetulan yaitu Alexa Internet serta pencabutan yaitu Aleepic Games International S.a r.l., Bertrange, Root Branch.

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 154 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp19,5 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp2,6 triliun setoran tahun 2024,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, dalam keterangan resminya, Jumat (17/5/2024).

Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,02 triliun sampai dengan April 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp470,18 miliar penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp696,78 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp244,4 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,08 triliun.

Ekonomi Digital

Adapun penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga April 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp1,91 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp388,84 miliar penerimaan tahun 2024.

Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp128,22 miliar dan PPN sebesar Rp1,78 triliun.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Dwi.

Lebih lanjut, kata Dwi, pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.


Source link

065112600_1603012010-co2-3139225_1280.jpg

Pengusaha Tak Siap, Pajak Karbon Bakal Molor Lagi?

Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian masih melakukan kajian terkait penerapan pajak karbon di Indonesia. Kebijakan ini tak kunjung diterapkan dengan alasan belum siapnya pelaku usaha.

Asisten Deputi Bidang Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Eko Harjanto, mengungkapkan kabar terbaru penerapan pajak karbon. Dia bilang, pelaku usaha belum siap untuk dipungut pajak karbon.

“Itu masih disusun dan dikaji. Ya kan harus melibatkan semua pihak kan terutama dari pelaku usahanya harus siap dulu,” ujar Eko saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, dikutip Jumat (17/5/2024).

Dia mengatakan 2 aspek penting penerapan pajak karbon yang ditunggu yakni peta jalan atau roadmap, serta kesiapan pelaku usaha. Sementara itu, dia belum berbicara banyak mengenai target penerapan pajak karbon tersebut.

Informasi, pajak karbon rencananya diterapkan pada 2022 lalu. Namun, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menggeser penerapannya di 2025 mendatang. Di sisi lain, bursa karbon sudah mulai berjalan sejak September 2023 lalu.

“Yaa, kalau target pengurangan (emisi karbon) sudah jelas tadi, kalau penerapan itunya (pajak) nanti kita tunggu,” katanya.

Dia menjelaskan, pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan atas kandungan karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon seperti pembakaran bahan bakar fosil. Lagi-lagi penerapannya menunggu pulihnya sektor usaha usai pandemi Covid-19.

“Namun kita, khususnya pemerintah akan berhati-hati dalam menwrapakan pajak karbon di Indonesia. Untuk itu penerapannya akan mempertimbangkan berbagai indikator mulai dari kesiapan pelaku usaha di sektor terkait hingga kepastian kestabilan ekonomi pasca pandemi covid-19,” pungkasnya.

 


Source link

044409200_1715859978-WhatsApp_Image_2024-05-15_at_17.39.27.jpeg

Tegas, Bobby Nasution Segel Mal di Medan Akibat Tunggak Pajak Rp 250 Miliar Lebih

Sebelum penyegelan, sejumlah petugas Satpol PP Kota Medan menggunakan pengeras suara atau toa mengumumkan kepada seluruh pengunjung dan pemilik toko untuk segera mengosongkan mal tersebut.

“Pemko Medan segera menutup tempat ini. Bila saudara tidak mengindahkan atau sengaja bermaksud menghalangi, segala bentuk resiko dan kerugian di luar tanggung jawab kami,” ucap petugas Satpol PP berulangkali.

Pengunjung dan pemilik toko pun melaksanakan instruksi tersebut. Sebelum penyegelan, perwakilan dari PT ACK melakukan negoisasi dengan Bobby Nasution. Namun tak membuahkan hasil, Bobby langsung menyegel mal tersebut.

Dikatakan Bobby, sejak mal ini dibangun hingga kini masih memiliki kewajiban yakni pembayaran pajak sebesar lebih dari Rp 250 miliar. Bahkan, bangunan mal ini tidak memiliki izin apapun, sehingga Pemko Medan berhak untuk menyegelnya.

“Sudah kami sampaikan berkali-kali. Tapi belum juga ada kesepakatan yang membuat mal ini membayar kewajibannya, makanya kami tutup,” tegas Bobby Nasution.


Source link