013631300_1698216107-Naik_mobil_maung_prabowo-gibran_daftar_ke_KPU-ANGGA_2.jpg

Kenaikan PPN jadi 12% di Tangan Prabowo-Gibran

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keberatan menyusun peta jalan (roadmap) untuk mencapai target rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) di kisaran 23 persen pada 2025.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memang tengah fokus melakukan reformasi. Dengan menekankan kepada berbagai upaya seperti integrasi teknologi, penguatan sistem pajak, hingga meningkatkan tax ratio.

“Namun kami tidak secara spesifik apalagi sampai angka 23 persen. Jadi kami mohon mungkin angka 23 di-drop saja, karena saya takut menimbulkan suatu signaling yang salah,” tegas Sri Mulyani, dikutip Kamis (13/6/2024).

Sebab, melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah telah menargetkan rasio pajak 10,09-10,29 persen terhadap PDB di tahun depan.

“Kami khawatirkan kalau seandainya ditulis seperti ini (rasio pajak 12-23 persen terhadap PDB), seolah-olah sudah ada roadmap yang nanti akan dibahas kembali pada nota keuangan tahun 2025,” tegas Sri Mulyani.

Target Rasio Pajak

Oleh karenanya, Sang Bendahara Negara khawatir jika target rasio pajak 23 persen itu justru menimbulkan kesalahpahaman. Ia pun tak ingin hal tersebut malah membebankan menteri keuangan di periode berikutnya.

“Kami mengikuti apa yang ditulis di KEM-PPKF. Jadi supaya tidak menimbulkan misleading, karena ini kan nanti jadi sesuatu kesimpulan yang mengikat, dan oleh Menteri Keuangan selanjutnya tentu ini menjadi sesuatu yang harus di-deliver,” tutur Sri Mulyani.


Source link

078284900_1544098602-20181206-Tarif-Parkir-7.jpg

Yuk Ketahui Perbedaan Pajak Parkir dan Retribusi Parkir, Simak Penjelasannya

Liputan6.com, Jakarta Ketersediaan lahan parkir menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat perkotaan, terutama saat mengunjungi pusat perbelanjaan, perkantoran, stasiun, dan terminal.

Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan terbatasnya lahan parkir, pemerintah perlu mengatur dan mengelola lahan parkir dengan baik untuk mendukung mobilitas masyarakat yang tinggi.

Untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas parkir, pemerintah memungut biaya retribusi dari pengguna jasa parkir. Retribusi ini menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah daerah.

Selain retribusi, ada juga pajak parkir yang dikenakan pada tempat parkir untuk memastikan legalitasnya. Ada dua jenis pungutan terkait parkir: Pajak Parkir dan Retribusi Parkir, masing-masing dengan dasar hukum, tujuan, dan objek yang berbeda.

Pajak Parkir (PBJT)

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mencakup pajak atas jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan pelayanan parkir valet.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (35) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, PBJT atas jasa parkir mencakup:

  • 1. Penyediaan atau Penyelenggaraan Tempat Parkir: Termasuk tempat parkir yang dimiliki oleh pemerintah atau dikelola oleh pihak swasta, serta parkir di perkantoran yang digunakan untuk karyawan dengan dipungut bayaran.
  • 2. Pelayanan Parkir Valet: Layanan ini juga termasuk objek pajak baru yang diatur dalam UU HKPD dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Pengecualian PBJT

Tidak semua penyelenggara parkir dikenakan PBJT. Pengecualian meliputi:

  1. Jasa Tempat Parkir Pemerintah: Diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah provinsi.
  2. Parkir untuk Karyawan: Diselenggarakan oleh perkantoran khusus untuk karyawannya.
  3. Parkir Kedutaan dan Konsulat: Dengan asas timbal balik.
  4. Penitipan Kendaraan Bermotor Kecil: Kapasitas sampai 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.
  5. Parkir Usaha Kendaraan Bermotor: Digunakan untuk usaha memperdagangkan kendaraan bermotor.

Retribusi Parkir

Retribusi parkir termasuk dalam objek Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Jasa Usaha. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, retribusi parkir mencakup:

  • 1. Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum: Disediakan oleh pemerintah provinsi sesuai ketentuan perundang-undangan.
  • 2. Tempat Khusus Parkir di Luar Badan Jalan: Disediakan dan dikelola oleh pemerintah provinsi di tempat seperti gedung, bangunan, atau area lain yang dimiliki oleh pemerintah.

 


Source link

081717200_1424664300-Pajak_Bumi_2.jpg

Catat! Berikut Tarif dan Cara Menghitung Bayar PBB di DKI Jakarta 2024

Liputan6.com, Jakarta Hai Sobat Pajak! Memahami dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah langkah penting dalam menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

“Peraturan terbaru mengenai perhitungan PBB-P2 tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Morris Danny, Jumat (21/6/2024). 

Tarif PBB-P2

Menurut Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perda Nomor 1 Tahun 2024, tarif PBB-P2 adalah:1. **Tarif umum:** 0,5% (nol koma lima persen).2. **Tarif lahan produksi pangan dan ternak:** 0,25% (nol koma dua lima persen).

  • Persentase Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 17 Tahun 2024 yang mengatur persentase NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2. Pasal 2 dalam peraturan ini menjelaskan bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 adalah:

  1. Untuk hunian: 40% (empat puluh persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
  2. Selain hunian: 60% (enam puluh persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.

Persentase ini ditetapkan berdasarkan bentuk pemanfaatan objek PBB-P2.

  • Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

NJOP adalah besarnya harga atas objek baik bumi maupun bangunan. Besaran NJOP ditetapkan oleh Gubernur melalui Keputusan Gubernur. Untuk tahun 2024, nilai NJOP diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 124 Tahun 2024 Tentang NJOP PBB-P2 2024.

  • Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas nilai jual objek pajak yang tidak dikenakan pajak. Untuk menghitung PBB-P2 yang terutang, NJOP harus dikurangi terlebih dahulu dengan NJOPTKP. Besaran NJOPTKP untuk DKI Jakarta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (4) Perda Nomor 1 Tahun 2024, adalah Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk satu objek pajak per Wajib Pajak.

 


Source link

015184300_1682914955-kanchanara-fsSGgTBoX9Y-unsplash.jpg

Sri Mulyani Raup Rp 24,99 Triliun dari Pajak Kripto hingga Fintech pada Mei 2024, Ini Penyumbang Terbesar

Kemudian, pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,11 triliun sampai dengan Mei 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp549,47 miliar penerimaan tahun 2024. 

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp713,51 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp256,9 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,14 triliun.

Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Mei 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp1,99 triliun. 

Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,12 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp469,4 miliar penerimaan tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp134,1 miliar dan PPN sebesar Rp1,85 triliun.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Dwi. 

Ke depannya, kata Dwi, Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.


Source link

047764500_1699939781-Kantor_Pajak.jpg

Biaya Melahirkan Kena Pajak 12 Persen? Simak Faktanya

Liputan6.com, Jakarta- Informasi biaya melahirkan dikenakan pajak 12 persen beredar di tengah masyarakat lewat media sosial, kabar ini menimbulkan beragai tanggapan dari sejumlah kalangan.

Berikut informasi tersebut:

“Ibu melahirkan juga bakal kena pajak….

Ayo suuuuum Ndang sat set bikin ank…ayo bantu pejabat kita biar perut membusung dan meledak …biar pejabat bisa menyenangkan keluarga nya….

MENYALA INDONESIA Q ????????????????????,” tulis salah satu akun Facebook.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menanggapi informasi tentang pengenaan pajak 12 persen pada biaya melahirkan, instansi ini menyebut informasi tersebut adalah hoaks.

Berdasarkan keterangan yang dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyebutkan, tidak semua jasa yang diterima oleh konsumen harus dkenakan pajak, atau dengan kata lain dibebaskan dari PPN.

Salah satu jenis jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah jasa pelayanan kesehatan medis. Pemberian pembebasan tersebut berkenaan dengan peran strategis jasa yang diberikan kepada konsumen.

Mengurai pembahasan mengenai hal tersebut maka perlu memahami makna kesehatan dalam pembangunan manusia Indonesia. Makna ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pasal 3 UU Kesehatan mengatur bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan.

Mengacu ke hal tersebut, UU Kesehatan juga mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengupayakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau.


Source link

031290900_1473331141-20160908-Properti-Jakarta-AY2.jpg

Penjelasan lengkap Soal Rumah di Jakarta dengan NJOP di Bawah Rp 2 Miliar Kena Pajak

Balik nama PBB atau juga disebut sebagai mutasi PBB adalah mengubah data PBB karena terjadi peralihan kepemilikan atau hak.

Hal ini dilakukan untuk mengubah identitas PBB pemilik lama menjadi identitas pemilik baru. Biasanya balik nama PBB dilakukan karena terjadinya transaksi jual-beli, hibah atau warisan tanah dan bangunan dari pemilik pertama ke pemilik kedua.

Lusiana Herawati menyampaikan bahwa pemutakhiran data NIK ini dilakukan bukan untuk mempersulit wajib pajak namun diperlukan agar insentif yang diberikan tepat sasaran sehingga bagi orang yang memiliki rumah kedua dan seterusnya tidak akan mendapatkan insentif pembebasan 100% tersebut karena hanya diberikan untuk 1 objek pajak saja. Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemprov DKI Jakarta yang berpihak kepada masyarakat bawah.

“Namun demikian objek pajak yang tidak mendapatkan pembebasan 100% tetap mendapatkan insentif berupa pembebasan 50% secara otomatis,” jelas dia. 

Selain itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta mengajak seluruh wajib pajak untuk memanfaatkan pemberian insentif pembebasan PBB-P2 Tahun 2024 ini dengan melakukan pemutakhiran data secara online melalui https://pajakonline.jakarta.go.id. 


Source link

093227800_1649386669-surat_BI.jpg

Ragam Hoaks Seputar Pungutan Pajak, Simak Biar Nggak Emosi

Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bakal digabung maka seluruh WNI akan dikenakan pajak.

Hingga saat ini, rencana pemerintah untuk menggabungkan NPWP dan NIK masih terus digodok. Namun, warganet sudah mengambil kesimpulan, dengan adanya NPWP dan NIK yang bakal digabung, semua Warga Negara Indonesia (WNI) bakal kena pajak, tanpa terkecuali.

Tim Cek Fakta Liputan6.com menemukan dua akun Facebook yang membicarakan hal tersebut, yakni Realitas Politik dan Tanri Shrimp. Begini narasi yang ada di salah satu akun itu:

“NPWP DAN NIK MAU DIGABUNG, SEMUA PENDUDUK INDONESIA AKAN DIPAJAKI”

Lalu, benarkah adanya NPWP dan NIK yang bakal digabung, semua WNI bakal kena pajak? Simak hasil penelusurannya dalam halaman berikut ini…..

 


Source link

040375400_1718779555-IMG-20240619-WA0014__1_.jpg

Rumah di Jakarta dengan NJOP di Bawah Rp2 Miliar Kena Pajak, Begini Respons Anies

Liputan6.com, Jakarta Mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan menanggapi aturan baru soal Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 2024 yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Adapun aturan tentang pajak gratis itu dikeluhkan warga melalui media sosial X atau sebelumnya Twitter karena minim sosialisasi.

Pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16 Tahun 2024 terdapat kriteria tambahan untuk wajib pajak yang mempunyai hunian dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp2 miliar agar bisa mendapatkan pembebasan pokok 100 persen atau pajak gratis.

Anies menyayangkan minimnya sosialisasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta soal aturan baru tersebut. Sebab, Anies menilai aturan baru yang dibuat punya dampak langsung ke warga Jakarta.

“Semua kebijakan yang dibuat itu harus disosialisasikan dengan baik supaya masyarakat yang terdampak bisa mengantisipasi apa pun isi kebijakannya,” kata Anies Baswedan usai hadir di Silaturahmi dan Perayaan Hari Raya Idul Adha bersama Masyarakat Peduli Jakarta, Pekayon Raya, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024).

Selain itu, Anies juga menyoroti substansi atau klausul yang ditambahkan Pemprov DKI Jakarta dalam aturan tersebut. Di mana wajib pajak yang punya hunian lebih dari satu dengan NJOP Rp2 miliar tetap harus bayar pajak.

“Ketika substansinya adalah rumah pertama dan rumah kedua, rumah ketiga dibedakan, maka harus ada sosialisasi supaya masyarakat tahu, supaya masyarakat tidak terkejut dan kita hormati warga dengan cara memberitahu bila ada perubahan,” jelas Anies.

Padahal, kata Anies, Jakarta diharapkan dapat menjadi kota yang bisa menaungi semua orang yang tinggal di dalamnya. Sehingga, kata dia, kebijakan terkait pajak hingga tata ruang amat dekat dengan warga.

“Kebijakan pajak, kebijakan tata ruang sesungguhnya adalah tentang siapa tinggal di mana, siapa boleh tinggal di mana. Kita ingin semua orang boleh tinggal di Jakarta. Jangan sampai kebijakan pajak, kebijakan tata ruang membuat sebagian kita pelan-pelan tergeser dari dalam kota,” ujar Anies.

 

Sejumlah nama tokoh mencuat untuk mengikuti kontestasi Pilkada Jakarta. Terbaru, ada wacana duet Anies-Kaesang untuk memimpin Jakarta. Selain keduanya, nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil juga santer disebut bakal juga bersaing untuk jadi J…


Source link

059441100_1707701782-fotor-ai-2024021283456.jpg

Regulator Spanyol Bakal Sita Kripto Jika Tak Bayar Pajak

Sebelumnya, Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah berjanji untuk mengakhiri perang terhadap kripto jika terpilih. Janji ini muncul di tengah kritiknya yang terus-menerus terhadap pendekatan Biden terhadap mata uang kripto, yang menurutnya terlalu keras.

Pada tanggal 26 Mei, Trump menegaskan kembali keyakinannya bahwa AS harus berusaha untuk memimpin dalam industri kripto. Dia kemudian juga mengkritik Biden sebagai “presiden terburuk dalam sejarah negara kita”.

“Saya akan mengakhiri perang Joe Biden terhadap kripto, dan kami akan memastikan bahwa masa depan kripto dan masa depan Bitcoin akan dibuat di Amerika. Kami akan mempertahankannya di sini, dan banyak hal yang akan dilakukan di sini, di Florida,” kata Trump dalam pidato khusus di West Palm Beach, Florida, dikutip dari Cointelegraph, Selasa (18/6/2024).

Ini bukan pertama kalinya Trump mengkritik Biden atas sikap kerasnya terhadap kripto baru-baru ini. Pada 26 Mei, dia membidik Biden sambil berargumentasi bahwa AS tidak boleh puas dengan apa pun kecuali posisi teratas dalam industri kripto.

“Sebaliknya, Joe Biden yang bengkok, presiden terburuk dalam sejarah negara kita, ingin negara kita mati secara perlahan dan menyakitkan. Hal itu tidak akan pernah terjadi pada saya,” tulisnya dalam postingan tanggal 25 Mei di Truth Social, platform media sosial milik Trump Media and Technology Group.

 


Source link

000312200_1718717467-WhatsApp_Image_2024-06-18_at_14.14.41.jpeg

Pemprov DKI Jakarta Tebar Insentif Bayar PBB, Simak Daftarnya

Liputan6.com, Jakarta Pemprov DKI Jakarta memberikan insentif fiskal daerah berupa keringanan, pengurangan, dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2024. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 diterbitkan sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Hal ini untuk menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat lebih tepat sasaran.

“Kebijakan tahun ini, khususnya terhadap hunian dengan nilai di bawah Rp 2.000.000.000,- (Dua Miliar Rupiah), penerapannya berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, hunian dengan nilai di bawah Rp 2.000.000.000,- (Dua Miliar Rupiah) dibebaskan pajaknya. Namun, untuk tahun 2024, hanya diberikan untuk satu objek PBB-P2 yang dimiliki Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak memiliki lebih dari satu objek PBB-P2, maka pembebasan akan diterapkan pada NJOP terbesar. Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya adalah dalam rangka pemulihan ekonomi dampak COVID-19,” terang Lusi, di Jakarta, pada Selasa (18/6).

Lusi menyebut, pada tahun ini, Pemprov DKI Jakarta memberikan kebijakan berupa pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan/atau sanksi pajak, serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang, yang bertujuan untuk membantu mengurangi beban wajib pajak dalam menunaikan kewajiban perpajakannya.

Selain itu, untuk menjaga daya beli masyarakat, sehingga tujuan dalam menghimpun penerimaan pajak daerah, khususnya PBB-P2, dapat terealisasi secara optimal.

“Pembayaran pajak pada hakikatnya sebagai wujud gotong royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat agar dapat memanfaatkan insentif fiskal ini agar wajib pajak dapat terbantu dalam melunasi kewajiban perpajakannya,” ujar Lusi.

Adapun isi kebijakan PBB-P2 DKI Jakarta pada 2024, yaitu:

1. Ruang lingkup pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran PBB-P2 tahun 2024 meliputi:

  1. Pembebasan Pokok
  2. Pengurangan Pokok
  3. Angsuran Pembayaran Pokok
  4. Keringanan Pokoke. Pembebasan Sanksi Administratif.

2. Kebijakan Pembebasan Pokok PBB-P2

– Pembebasan Pokok 100%, diberikan untuk kategori:

  1. Objek rumah tinggal milik Orang Pribadi,
  2. Hunian dengan NJOP sampai dengan Rp 2.000.000.000,- (Dua Miliar Rupiah),
  3. Hanya diberikan kepada Wajib Pajak untuk satu Objek PBB-P2, dan
  4. Apabila Wajib Pajak mempunyai lebih dari satu objek pajak, maka pembebasan akan diberikan kepada NJOP terbesar sesuai kondisi data pada sistem perpajakan daerah per 1 Januari 2024.

– Pembebasan Pokok 50%, diberikan untuk kategori:

  1. PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 sebesar Rp 0,- (Nol Rupiah).
  2. Tidak memenuhi ketentuan untuk diberikan pembebasan 100%.
  3. Bukan termasuk PBB-P2 yang baru ditetapkan pada tahun pajak 2024.

– Pembebasan Nilai tertentu, diberikan untuk kategori:

  1. PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 lebih dari Rp 0,- (nol rupiah).
  2. Kenaikan PBB-P2 tahun pajak 2024 lebih dari 25% dari PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2023.
  3. Tidak memenuhi ketentuan kriteria untuk diberikan pembebasan 100%.
  4. Bukan termasuk objek PBB-P2 yang mengalami penambahan luas bumi dan/atau bangunan.
  5. Bukan termasuk Objek PBB-P2 yang telah dilakukan perekaman data hasil penilaian individual yang baru ditetapkan untuk ketetapan tahun pajak 2024.

 


Source link