028488300_1658396922-Integrasi-NIK-NPWP-Iqbal-5.jpg

Lupa Bayar Pajak Daerah? Siap-Siap Kena Sanksi

 

Liputan6.com, Jakarta Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau yang biasa dikenal SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

Apabila Wajib Pajak tidak melaporkan SPTPD maka akan diberikan sanksi. Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah(Bapenda) Jakarta Morris Danny menyebutkan jika Wajib Pajak tak mengisi SPTPD, maka menurut Pasal 70 ayat (1) PP Nomor 35 Tahun 2023 dikenakan sanksi administratif berupa denda. Sanksi administratif berupa denda ditetapkan dengan STPD dalam satuan rupiah untuk setiap SPTPD. Sanksi administratif berupa denda tidak dikenakan jika Wajib Pajakmengalami keadaan kahar (force majeure).

 

“Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran sanksi administratif berupa denda dan kriteria keadaan kahar Wajib Pajak diatur dengan Perda.Aturan lanjutan tertuang dalam Pasal 103 Perda Nomor 1 Tahun 2024,” ujar Morris dalam pernyataannya, Sabtu (29/6/2024).

Sanksi Rp 100 Ribu

Menurut Morris, Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan SPTPD melalui pengisian dan penyampaian SPTPD dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Sanksi administratif berupa denda lanjut Morris ditetapkan dengan STPD untuk setiap SPTPD. “Sanksi administratif berupa denda tidak dikenakan jika Wajib Pajak mengalami keadaan kahar (force majeure),” kata Morris.

Adapun situasi kahar yang dimaksud adalah bencana alam, kebakaran, kerusuhan massal, wabah penyakit dan keadaan lain berdasarkan pertimbangan dari gubernur.

 


Source link

025003900_1658396919-Integrasi-NIK-NPWP-Iqbal-2.jpg

Seluruh Layanan Aplikasi Pajak Tak Bisa Diakses Sabtu Ini

Liputan6.com, Jakarta Direktorat jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan jika Seluruh Aplikasi Layanan Eksternal tidak bisa digunakan sepanjang Sabtu ini. Hal ini karena DJP tengah meningkatkan kualitas layanan. 

Dikutip dari pengumuman DJP, Sabtu (29/6/2024), dalam rangka menjaga keandalan sistem dan meningkatkan kualitas layanan TIK di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka dengan ini diinformasikan untuk sementara Seluruh Aplikasi Layanan Eksternal tidak dapat diakses.

“Seluruh Aplikasi Layanan Eksternal pada hari Sabtu, tanggal 29 Juni 2024 mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan  pukul 23.59 WIB,” tulis pengumuman itu. 

“Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Demikian disampaikan agar masyarakat pengguna layanan DJP dapat mengantisipasi pada rentang waktu tersebut,” 

Selama ini downtime memang dilakukan DJP secara berkala dengan pengumuman terlebih dahulu. Ketika periode downtime telah berakhir, seluruh layanan elektronik DJP dapat diakses kembali.

NIK Jadi NPWP 

Downtime ini menjelang batas akhir pemadanan NIK dan NPWP. Seperti diketahui Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memadankan NIK dengan NPWP. Dengan pemadanan ini NIK nantinya bisa juga sebagai nomor NPWP. Pada 1 Juli 2024, nanti seluruh NPWP tidak bisa digunakan lagi dan nomor yang dipakai adalah NIK.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat masih ada 674.000 Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang belum dipadankan menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, hingga kini sudah ada 73.774.000 NIK yang dipadankan menjadi NPWP atau 99,08 persen dari total 74.455.000 NIK yang harus dipadankan.

“Kemudian yang belum padan adalah 674.000 NIK yang belum padan, ini termasuk beberapa yang mungkin enggak cukup solid untuk kami lakukan pemadanan,” kataSuryo Utomo dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni, dikutip Jumat (28/6/2024).


Source link

028488300_1658396922-Integrasi-NIK-NPWP-Iqbal-5.jpg

Tinggal 2 Hari Lagi, 73,77 Juta NIK Sudah Bisa Jadi NPWP

Berdasarkan informasi dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disebutkan ada beberapa manfaat dari pemadanan NIK-NPWP seperti berikut:

1. Memudahkan dalam administrasi pajak

Data wajib pajak yang terintegrasi akan mempermudah proses administrasi pajak mulai dari pendaftaran, pelaporan, hingga pembayaran pajak. Pasalnya jika sistem data telah terintegrasi wajib pajak tidak perlu mengisi ulang informasi yang sama berulang kali untuk berbagai keperluan pajak.

2. Pengawasan pajak yang lebih baik

Pemadanan NIK-NPWP juga mempunyai manfaat untuk membantu pemerintah untuk lebih mudah memantau kepatuhan wajib pajak dan mendeteksi potensi pelanggaran pajak. Karena data wajib pajak yang terintegrasi, otoritas pajak bisa melakukan analisis dan pemantauan secara real-time terhadap aktivitas dan transaksi wajib pajak.

3. Efisiensi layanan publik

Manfaat selanjutnya juga bisa memberikan efisiensi terutama untuk layanan publik karena dengan satu identitas tunggal masyarakat tidak perlu mengurus banyak dokumen identitas yang berbeda untuk keperluan administrasi dan transaksi.

4. Keamanan data

Pemadanan NIK-NPWP juga bermanfaat untuk keamanan data karena dikelola dalam satu sistem yang terintegrasi. Biasanya sistem yang terintegrasi dilengkapi dengan berbagai lapisan keamanan untuk melindungi data dari akses yang tidak sah, kebocoran data, atau serangan siber.

 


Source link

066179900_1474792665-20160925-Tax-Amnesty-di-Ditjen-Pajak-Fery-pradolo-2.jpg

Pemadanan NIK-NPWP, DJP Beri Waktu ke Pihak Lain hingga Akhir 2024

Sebelumnya, Batas pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah sekitar 2 bulan lagi, tepatnya 1 Juli 2024.

Pemadanan NIK dengan NPWP ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah. Sebelumnya, batas pemadanan NIK semula adalah 1 Januari 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti menjelaskan, perpanjangan tersebut lantaran mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi Coretax Administration System (CTAS) pada pertengahan 2024.

Selain itu, setelah melakukan assessment kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti ILAP (Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga Lainnnya) dan Wajib Pajak, maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi Wajib Pajak.

Artinya, NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024. Sedangkan, NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang.

Berikut cara validasi NIK menjadi NPWP seperti dikutip dari laman indonesiabaik.id, ditulis Jumat (17/5/2024):

  • Masuk ke laman www.pajak.go.id
  • Klik login atau akses langsung ke djponline.pajak.go.id
  • Masukkan 16 digit NIK
  • Gunakan kata sandi akun pajak yang dimiliki
  • Masukkan kode keamanan yang sesuai
  • Apabila berhasil masuk, informasi NIK/NPWP 16 telah tersedia di NPWP terbaru

 

 


Source link

061059400_1709635135-20240305-Pelaporan_SPT-ANG_5.jpg

Server PDN Diretas, Data Wajib Pajak Ikut Bocor?

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia secara tegas menolak membayar tebusan sebesar Rp 131 miliar yang diminta oleh peretas Pusat Data Nasional (PDN). Keputusan ini disampaikan oleh sejumlah pejabat terkait menyusul serangan siber yang mengganggu layanan publik sejak 20 Juni 2024.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi, Usman Kansong, menegaskan sikap pemerintah dalam menanggapi tuntutan peretas. 

“Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp 131 miliar,” ujar Usman kepada wartawan pada Rabu (26/6/2024).

Menurutnya, alasan pemerintah menolak memenuhi tuntutan peretas karena data PDNS yang dibobol itu sudah tidak bisa diubah-ubah oleh peretas, ataupun pemerintah.  

“Karena sudah diamankan data itu. Sudah kami tutup, kan,” ucapnya.

Usman mengungkapkan, Kominfo bersama Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, serta Telkom Sigma selaku vendor telah mengisolasi data-data dari PDNS 2 di Surabaya. Karena itu, ia mengklaim bahwa data di pusat data itu tidak bisa diambil oleh pelaku peretasan, meski servernya berhasil dilumpuhkan.

“Emang kami bayar juga dijamin enggak diambil datanya? Enggak kan. Yang penting sudah kami isolasi,” kata Usman.

 


Source link

075005800_1508495004-20171020-Rupiah-Menguat-Tipis-atas-Dolar-Angga-1.jpg

Pembiayaan Utang Pemerintah Turun Padahal Belanja Naik, Kok Bisa?

Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah telah mencairkan utang baru Rp 132,2 trilun dari Januari hingga Mei 2024. Nilai utang ini turun 12,2 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau secara year on year (yoy).

“Kalau kita lihat sampai dengan Mei (2024) pembiayaan utang kita Rp 132,2 triliun. ini turun 12,2 persen,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN Kita Juni 2024 di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Penurunan pencairan utang ini disebabkan penggunaan sumber dari saldo anggaran lebih (SAL) tahun sebelumnya. Meskipun, penerimaan pajak mengalami penurunan yang menyebabkan defisit APBN sebesar Rp 21,8 triliun per Mei 2024.

“Tentu teman-teman bertanya kok bisa pembiayaan utang turun pada saat penerimaan negara turun, padahal belanjanya naik. karena kita juga menggunakan sumber yang berasal dari SAL tahun sebelumnya,” ujarnya.

Bendahara negara ini mengatakan penurunan nilai penarikan utang ini buah dari keberhasilan pemerintah dalam mengelola kebijakan fiskal. Dia memastikan pemerintah akan tetap mengelola utang secara berhati-hati.

“ini tidak terlepas dari pengelolaan fiskal yang extremely hati-hati dari semenjak terjadinya pandemi, dan tentu pada saat terjadinya recovery kita terus menjaga dan mengantisipasi akan normalisasi seperti ini, dan ini sekarang terjadi,” bebernya.

Sri Mulyani mencatat, realisasi pembiayaan SBN mencapai Rp 141,6 triliun atau turun 2 persen secara yoy dibandingkan Mei 2023 sebesar Rp 144,5 triliun. Sementara pembiayaan non-utang naik 49,2 persen menjadi Rp 47,6 triliun per Mei 2024 dibandingkan Mei 2023 senilai Rp 31,9 triliun.

“Jadi, kalau kita lihat realisasi pembiayaan 31 mei mencapai Rp84,6 triliun itu turun 28,7 persen pada saat APBN mengalami tekanan penerimaan, belanja naik, dan guncangan global yang luar biasa. Ini adalah suatu langkah yg disebut manajemen fiskal secara sangat prudent dan antisipatif,” pungkasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


Source link

022316900_1719392208-20240626-Suasana_Kenya-AFP_6.jpg

Ricuh Unjuk Rasa RUU Pajak di Kenya, KBRI Nairobi: 99 WNI Aman dan Tengah Siapkan Rencana Kontigensi

Dalam pidatonya pada Selasa (25/6) malam, Presiden William Ruto mengatakan segala cara akan dikerahkan untuk “menggagalkan segala upaya penjahat berbahaya yang merusak keamanan dan stabilitas negara”.

Dilansir BBC, pasukan militer telah dikerahkan untuk memadamkan protes. Di sisi lain, beberapa kelompok menuduh aparat keamanan bereaksi berlebihan dengan menggunakan peluru tajam.

Protes terhadap rancangan undang-undang keuangan yang tidak populer, yang mencakup beberapa kenaikan pajak, telah berlangsung selama berhari-hari. Namun ketegangan meningkat pada hari Selasa (25/6) ketika anggota parlemen meloloskan rancangan undang-undang yang diamandemen.

Para pengunjuk rasa menentang kenaikan pajak di negara yang sedang terguncang akibat krisis biaya hidup, dan banyak juga yang menyerukan agar Presiden William Ruto mundur.

“Kami bangun setiap hari untuk pergi dan bergegas, tapi akhir-akhir ini Anda bahkan tidak bisa membeli apa pun karena hidup menjadi sangat mahal,” kata Daniel Mwangi, seorang pekerja informal berusia 32 tahun, saat ia berjalan melewati kerumunan orang di jalanan berwarna merah jambu karena semprotan meriam air.

“Kami tidak punya pekerjaan sehingga kami bisa berada di sini [mengunjuk rasa] setiap hari. Jika kita tidak dapat menemukan sesuatu untuk dijalani, kita akan menemukan sesuatu untuk mati.”


Source link

013631300_1698216107-Naik_mobil_maung_prabowo-gibran_daftar_ke_KPU-ANGGA_2.jpg

Kenaikan PPN jadi 12% di Tangan Prabowo-Gibran

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keberatan menyusun peta jalan (roadmap) untuk mencapai target rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) di kisaran 23 persen pada 2025.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memang tengah fokus melakukan reformasi. Dengan menekankan kepada berbagai upaya seperti integrasi teknologi, penguatan sistem pajak, hingga meningkatkan tax ratio.

“Namun kami tidak secara spesifik apalagi sampai angka 23 persen. Jadi kami mohon mungkin angka 23 di-drop saja, karena saya takut menimbulkan suatu signaling yang salah,” tegas Sri Mulyani, dikutip Kamis (13/6/2024).

Sebab, melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah telah menargetkan rasio pajak 10,09-10,29 persen terhadap PDB di tahun depan.

“Kami khawatirkan kalau seandainya ditulis seperti ini (rasio pajak 12-23 persen terhadap PDB), seolah-olah sudah ada roadmap yang nanti akan dibahas kembali pada nota keuangan tahun 2025,” tegas Sri Mulyani.

Target Rasio Pajak

Oleh karenanya, Sang Bendahara Negara khawatir jika target rasio pajak 23 persen itu justru menimbulkan kesalahpahaman. Ia pun tak ingin hal tersebut malah membebankan menteri keuangan di periode berikutnya.

“Kami mengikuti apa yang ditulis di KEM-PPKF. Jadi supaya tidak menimbulkan misleading, karena ini kan nanti jadi sesuatu kesimpulan yang mengikat, dan oleh Menteri Keuangan selanjutnya tentu ini menjadi sesuatu yang harus di-deliver,” tutur Sri Mulyani.


Source link

078284900_1544098602-20181206-Tarif-Parkir-7.jpg

Yuk Ketahui Perbedaan Pajak Parkir dan Retribusi Parkir, Simak Penjelasannya

Liputan6.com, Jakarta Ketersediaan lahan parkir menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat perkotaan, terutama saat mengunjungi pusat perbelanjaan, perkantoran, stasiun, dan terminal.

Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan terbatasnya lahan parkir, pemerintah perlu mengatur dan mengelola lahan parkir dengan baik untuk mendukung mobilitas masyarakat yang tinggi.

Untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas parkir, pemerintah memungut biaya retribusi dari pengguna jasa parkir. Retribusi ini menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah daerah.

Selain retribusi, ada juga pajak parkir yang dikenakan pada tempat parkir untuk memastikan legalitasnya. Ada dua jenis pungutan terkait parkir: Pajak Parkir dan Retribusi Parkir, masing-masing dengan dasar hukum, tujuan, dan objek yang berbeda.

Pajak Parkir (PBJT)

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mencakup pajak atas jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan pelayanan parkir valet.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (35) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, PBJT atas jasa parkir mencakup:

  • 1. Penyediaan atau Penyelenggaraan Tempat Parkir: Termasuk tempat parkir yang dimiliki oleh pemerintah atau dikelola oleh pihak swasta, serta parkir di perkantoran yang digunakan untuk karyawan dengan dipungut bayaran.
  • 2. Pelayanan Parkir Valet: Layanan ini juga termasuk objek pajak baru yang diatur dalam UU HKPD dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Pengecualian PBJT

Tidak semua penyelenggara parkir dikenakan PBJT. Pengecualian meliputi:

  1. Jasa Tempat Parkir Pemerintah: Diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah provinsi.
  2. Parkir untuk Karyawan: Diselenggarakan oleh perkantoran khusus untuk karyawannya.
  3. Parkir Kedutaan dan Konsulat: Dengan asas timbal balik.
  4. Penitipan Kendaraan Bermotor Kecil: Kapasitas sampai 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.
  5. Parkir Usaha Kendaraan Bermotor: Digunakan untuk usaha memperdagangkan kendaraan bermotor.

Retribusi Parkir

Retribusi parkir termasuk dalam objek Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Jasa Usaha. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, retribusi parkir mencakup:

  • 1. Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum: Disediakan oleh pemerintah provinsi sesuai ketentuan perundang-undangan.
  • 2. Tempat Khusus Parkir di Luar Badan Jalan: Disediakan dan dikelola oleh pemerintah provinsi di tempat seperti gedung, bangunan, atau area lain yang dimiliki oleh pemerintah.

 


Source link

081717200_1424664300-Pajak_Bumi_2.jpg

Catat! Berikut Tarif dan Cara Menghitung Bayar PBB di DKI Jakarta 2024

Liputan6.com, Jakarta Hai Sobat Pajak! Memahami dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah langkah penting dalam menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

“Peraturan terbaru mengenai perhitungan PBB-P2 tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Morris Danny, Jumat (21/6/2024). 

Tarif PBB-P2

Menurut Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perda Nomor 1 Tahun 2024, tarif PBB-P2 adalah:1. **Tarif umum:** 0,5% (nol koma lima persen).2. **Tarif lahan produksi pangan dan ternak:** 0,25% (nol koma dua lima persen).

  • Persentase Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 17 Tahun 2024 yang mengatur persentase NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2. Pasal 2 dalam peraturan ini menjelaskan bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 adalah:

  1. Untuk hunian: 40% (empat puluh persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
  2. Selain hunian: 60% (enam puluh persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.

Persentase ini ditetapkan berdasarkan bentuk pemanfaatan objek PBB-P2.

  • Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

NJOP adalah besarnya harga atas objek baik bumi maupun bangunan. Besaran NJOP ditetapkan oleh Gubernur melalui Keputusan Gubernur. Untuk tahun 2024, nilai NJOP diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 124 Tahun 2024 Tentang NJOP PBB-P2 2024.

  • Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas nilai jual objek pajak yang tidak dikenakan pajak. Untuk menghitung PBB-P2 yang terutang, NJOP harus dikurangi terlebih dahulu dengan NJOPTKP. Besaran NJOPTKP untuk DKI Jakarta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (4) Perda Nomor 1 Tahun 2024, adalah Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk satu objek pajak per Wajib Pajak.

 


Source link