044002400_1614227023-tax-planning-concept-with-wooden-cubes-calculator-blue-table-flat-lay_176474-9519.jpg

Seluk Beluk Pajak Natura, Mulai Berlaku Juli 2023

Liputan6.com, Jakarta Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) telah disahkan. UU HPP mengatur banyak perubahan regulasi perpajakan, salah satu yang menarik perhatian dalam UU tersebut yakni diberlakukannya pajak atas natura dan/atau kenikmatan.

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebelumnya, pemberian natura dan/atau kenikmatan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Namun, terdapat pengaturan kembali Fringe Benefit (kompensasi non-upah), di mana dalam pasal ini pemberian dalam bentuk natura dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai (Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 9 UU HPP).

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU HPP, pemerintah mengatur bahwa penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek pajak penghasilan.

Diketahui dalam peraturan sebelumnya natura atau kenikmatan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi seperti fasilitas transportasi, perumahan, telekomunikasi, pengobatan, dan lain sebagainya dikecualikan dari objek pajak. Namun kini biaya natura dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.

DJP menegaskan, yang harus menjadi perhatian atas pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan adalah perubahan pasal 4 ayat (3) UU HPP yang mengatur tentang pengecualian natura dan/atau kenikmatan dari pengenaan pajak.

Disebutkan natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak adalah pemberian makanan/minuman bagi seluruh pegawai, natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu, natura dan/atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan, natura dan/atau kenikmatan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.

Sehingga dengan adanya bunyi Pasal 4 ayat (3) ini, tidak benar jika otoritas pajak menyasar semua fasilitas kantor yang diberikan oleh perusahaan apalagi ke pegawai level bawah yang memang membutuhkan fasilitas dari kantor guna menunjang pekerjaannya.

Sementara, DJP menyampaikan terdapat jenis dan batasan tertentu untuk pengenaan pajak natura dan/atau kenikmatan ini.

Source link

Tags: No tags

Add a Comment

You must be logged in to post a comment