Seiring dengan pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan penggunaan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH), muncul berbagai mitos dan kesalahpahaman di kalangan masyarakat. Penting untuk memisahkan mitos dari fakta agar Wajib Pajak dapat membuat keputusan yang tepat. Berikut adalah beberapa mitos umum beserta fakta sebenarnya:
Mitos 1: PPS Adalah Pengampunan Pajak Jilid 2
Fakta: Meskipun PPS memiliki beberapa kesamaan dengan program Tax Amnesty sebelumnya, keduanya adalah program yang berbeda. PPS lebih fokus pada pengungkapan sukarela dan peningkatan kepatuhan pajak jangka panjang, bukan pengampunan menyeluruh seperti Tax Amnesty. Tarif pajak dalam PPS umumnya lebih tinggi dan fasilitas yang diberikan lebih terbatas dibandingkan dengan Tax Amnesty.
Mitos 2: Mengikuti PPS Berarti Bebas dari Semua Kewajiban Pajak Masa Lalu
Fakta: PPS memang memberikan fasilitas pengampunan sanksi administrasi dan jaminan tidak dilakukannya pemeriksaan pajak untuk periode tertentu. Namun, ini tidak berarti Wajib Pajak bebas dari semua kewajiban pajak masa lalu. Wajib Pajak tetap harus membayar PPh final atas harta yang diungkapkan dan memenuhi kewajiban perpajakan lainnya yang tidak tercakup dalam PPS.
Mitos 3: Data yang Diungkapkan dalam SPPH Akan Digunakan untuk Penuntutan Pidana
Fakta: Data dan informasi yang diungkapkan dalam SPPH dijamin kerahasiaannya oleh undang-undang. Informasi tersebut tidak dapat dijadikan dasar penuntutan pidana di bidang perpajakan. Namun, perlindungan ini tidak mencakup tindak pidana lain seperti pencucian uang atau korupsi.
Mitos 4: Hanya Wajib Pajak dengan Harta Besar yang Perlu Mengikuti PPS
Fakta: PPS terbuka untuk semua Wajib Pajak, terlepas dari besarnya harta yang dimiliki. Bahkan Wajib Pajak dengan harta yang relatif kecil namun belum dilaporkan dapat dan sebaiknya mengikuti program ini untuk memperbaiki status perpajakan mereka.
Mitos 5: Mengikuti PPS Akan Menarik Perhatian Otoritas Pajak di Masa Depan
Fakta: Sebaliknya, mengikuti PPS dengan benar justru dapat mengurangi risiko pemeriksaan pajak di masa depan. Wajib Pajak yang berpartisipasi dalam PPS dan memenuhi semua persyaratan akan mendapatkan jaminan tidak dilakukannya pemeriksaan pajak untuk periode tertentu.
Mitos 6: SPPH Hanya Bisa Diisi Oleh Konsultan Pajak
Fakta: Meskipun bantuan konsultan pajak bisa bermanfaat, Wajib Pajak dapat mengisi SPPH sendiri. Direktorat Jenderal Pajak menyediakan panduan dan layanan konsultasi untuk membantu Wajib Pajak dalam proses pengisian SPPH.
Mitos 7: Semua Harta yang Diungkapkan Harus Direpatriasi ke Indonesia
Fakta: Repatriasi harta dari luar negeri adalah pilihan, bukan kewajiban dalam PPS. Wajib Pajak dapat memilih untuk tidak merepatriasi harta mereka, meskipun tarif pajak untuk harta yang tidak direpatriasi lebih tinggi.
Mitos 8: PPS Hanya untuk Wajib Pajak yang Belum Pernah Ikut Tax Amnesty
Fakta: PPS memiliki dua kebijakan. Kebijakan I khusus untuk peserta Tax Amnesty yang ingin mengungkapkan harta tambahan, sementara Kebijakan II terbuka untuk semua Wajib Pajak, termasuk yang belum pernah ikut Tax Amnesty.
Mitos 9: Mengikuti PPS Berarti Mengakui Telah Melakukan Penggelapan Pajak
Fakta: Partisipasi dalam PPS tidak serta merta berarti mengakui telah melakukan penggelapan pajak. Program ini dirancang sebagai kesempatan bagi Wajib Pajak untuk memperbaiki pelaporan pajak mereka secara sukarela, tanpa implikasi hukum negatif.
Mitos 10: Harta yang Sudah Dilaporkan dalam SPT Tahunan Harus Diungkapkan Lagi dalam SPPH
Fakta: SPPH hanya digunakan untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Harta yang sudah dilaporkan sebelumnya tidak perlu diungkapkan kembali dalam SPPH.
Mitos 11: PPS Menjamin Bebas dari Pemeriksaan Pajak Selamanya
Fakta: PPS memberikan jaminan tidak dilakukannya pemeriksaan pajak hanya untuk periode tertentu, yaitu tahun pajak sebelum 2022. Untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya, Wajib Pajak tetap dapat diperiksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mitos 12: Mengikuti PPS Berarti Tidak Perlu Melaporkan SPT Tahunan Lagi
Fakta: Partisipasi dalam PPS tidak menghilangkan kewajiban Wajib Pajak untuk melaporkan SPT Tahunan. Wajib Pajak tetap harus melaporkan SPT Tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk melaporkan harta yang telah diungkapkan dalam PPS pada pelaporan pajak selanjutnya.
Memahami fakta-fakta ini sangat penting bagi Wajib Pajak dalam membuat keputusan yang tepat terkait partisipasi dalam PPS. Dengan informasi yang akurat, Wajib Pajak dapat memanfaatkan program ini secara optimal untuk memperbaiki status perpajakan mereka dan berkontribusi pada sistem perpajakan yang lebih baik di Indonesia.
<h
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence