072334700_1736821095-e8016300-3ead-49ca-b4ac-b746832d5c4b.jpg

Ditjen Pajak Pastikan Implementasi Coretax DJP Tak Ditunda

Penerapan sistem Coretax per 1 Januari 2025 untuk penerimaan negara menghadapi keluhan sulitnya menerbitkan faktur pajak. Terlebih faktur pajak wajib disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, sistem Coretax sebetulnya sangat bagus untuk diterapkan. 

Hanya saja, sistem administrasi pajak tersebut kerap mengalami kendala teknis pada masa implementasi awal. Sehingga turut mempengaruhi operasional perusahaan. 

“Cuma prosesnya kemarin itu agak cepat ya, jadi banyak pelaku enggak siap dan juga banyak yang enggak bisa mengeluarkan faktur. Sehingga mempengaruhi dari segi operasional perusahaan,” kata Shinta di Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (10/5/2025).

Menurut dia, kelompok pengusaha terus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa menjalankan skema pelaporan pajak ini. Shinta pun berharap berbagai kendala yang dialami Coretax tidak sampai mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari pajak. 

“Semoga tidak. Saya cuma bisa jawab semoga tidak,” ujar dia. 

 


Source link

014627000_1724415869-20240823_151044.jpg

Coretax Belum Berjalan Mulus, Apindo Harap Penerimaan Pajak Tak Kena Imbas

Liputan6.com, Jakarta – Penerapan sistem Coretax per 1 Januari 2025 untuk penerimaan negara menghadapi keluhan sulitnya menerbitkan faktur pajak. Terlebih faktur pajak wajib disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, sistem Coretax sebetulnya sangat bagus untuk diterapkan. 

Hanya saja, sistem administrasi pajak tersebut kerap mengalami kendala teknis pada masa implementasi awal. Sehingga turut mempengaruhi operasional perusahaan. 

“Cuma prosesnya kemarin itu agak cepat ya, jadi banyak pelaku enggak siap dan juga banyak yang enggak bisa mengeluarkan faktur. Sehingga mempengaruhi dari segi operasional perusahaan,” kata Shinta di Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (10/5/2025).

Menurut dia, kelompok pengusaha terus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa menjalankan skema pelaporan pajak ini. Shinta pun berharap berbagai kendala yang dialami Coretax tidak sampai mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari pajak

“Semoga tidak. Saya cuma bisa jawab semoga tidak,” ujar dia. 

Ungkapan senada juga sempat disampaikan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar. Ia menilai, meskipun DJP telah memulai penerapan sistem Coretax dengan baik, tapi ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Terutama dalam hal sosialisasi dan persiapan yang matang.

“Jadi, saya rasa DJP memulai ini sudah cukup baik, namun persiapan dan sosialisasinya ini harus lebih ditekankan lah,” kata Sanny saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Menurut dia, meskipun sistem ini menawarkan banyak potensi untuk memperbaiki sistem perpajakan dan memperluas basis wajib pajak, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait dengan penerbitan faktur dan prosedur perpajakan lainnya.


Source link

034205400_1735290097-Pajak.jpg

Sri Mulyani Rilis PMK 11 Tahun 2025 Terkait PPN

Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Keuangan resmi menerbitkan peraturan mengenai ketentuan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak dan besaran tertentu pajak pertambahan nilai (PPN).

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2025 (PMK Nomor 11 Tahun 2025) tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan itu ditetapkan pada 4 Februari 2025 oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati. Demikian seperti dikutip dari laman jdih.kemenkeu.go.id, Senin (10/2/2025).

PMK 11/2025 resmi mengubah aturan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), khususnya terkait dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain. Aturan ini menggantikan PMK Nomor 75/PMK.03/2010 dan revisi terakhirnya, PMK 121/PMK.03/2015. Perubahan ini membawa sejumlah dampak signifikan bagi wajib pajak di Indonesia.

Dalam PMK 11 Tahun 2025 ini menimbang sejumlah hal. Pertama, memberikan kepastian hukum dalam penghitungan pajak pertambahan nilai dengan menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dan besaran tertentu pajak pertambahan nilai, perlu menyesuaikan beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pajak pertambahan nilai.

Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah paeban di dalam daerah pabean, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Selanjutnya, mengatur pengecualiaan penghitungan pajak pertambahan nilai dengan menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dan besaran tertentu pajak pertambahan nilai yang telah diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Dengan mempertimbangkan hal itu, melalui PMK 11 Tahun 2025 ini perlu ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai.

 


Source link

1739164043_080833100_1422933463-Ilustrasi-Pajak-150203-andri.jpg

Isi Lengkap Aturan Pajak PMK 11 tahun 2025, Bahas Aturan Terbaru Soal PPN

Dampak langsung dari penerapan PMK 11 Tahun 2025 ini terletak pada cara penghitungan PPN. Perubahan ketentuan yang berlaku membuat penghitungan PPN menjadi lebih mudah dan efisien, karena penghitungan dasar pengenaan pajak (DPP) kini lebih terstruktur dan jelas. Dalam hal ini, tarif PPN tetap dikenakan sebesar 11%, namun untuk beberapa jenis transaksi yang melibatkan barang atau jasa tertentu, DPP dihitung dengan menggunakan dasar yang lebih menguntungkan, yakni 11/12 dari harga jual atau transaksi.

Sebelum diberlakukannya PMK 11 Tahun 2025, perhitungan pajak yang terutang untuk transaksi dengan barang atau jasa yang diberikan cuma-cuma dilakukan dengan cara yang lebih kompleks dan sering kali membingungkan. Dengan adanya perubahan ini, pengusaha tidak lagi harus khawatir tentang penghitungan yang rumit dan dapat lebih fokus pada pengembangan bisnis mereka. Sebagai contoh, jika sebelumnya penghitungan PPN terutang pada transaksi senilai Rp5.000.000 dengan pengurangan laba kotor dihitung sebesar Rp500.000, maka sekarang dengan PMK 11/2025, pajak yang terutang akan lebih rendah, memberikan keuntungan bagi pengusaha.

Dalam contoh tersebut, dengan aturan baru ini, DPP yang dihitung menjadi lebih kecil, yang pada gilirannya akan mengurangi besaran PPN yang harus dibayar. Hal ini memberikan dampak positif bagi pelaku usaha, terutama bagi mereka yang sering melakukan transaksi barang dan jasa dengan nilai lebih rendah.


Source link

097576500_1738993582-20250207_115432.jpg

BKD Kota Depok Pasangi Plang Bagi ke Tempat Usaha yang Belum Bayar Pajak

Liputan6.com, Jakarta Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Depok menindak tegas kepada pelaku usaha yang belum membayar pajak, atau menunggak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Kepala BKD Kota Depok, Wahid Suryono mengatakan, BKD Kota Depok mendapati sejumlah wajib pajak dari pelaku usaha belum membayarkan kewajibannya. Di mana total ada 15 obyek.

Atas tunggakan tersebut, BKD Kota Depok memasangi plang penanda belum membayar pajak dan meminta wajib pajak segera membayarkannya.

 “Ada 15 objek pajak yang belum membayarkan kewajibannya,” ujar Wahid saat dikonfirmasi Liputan6.com, Sabtu (8/2/2025).

Dia menjelaskan, sebanyak 15 objek pajak yang belum melunasi kewajiban membayar pajak tersebar di sejumlah wilayah. Adapun wilayah tersebut meliputi Kecamatan Pancoran Mas, Beji, Cinere, Limo, Bojongsari, Sawangan, dan Cilodong.

“Total tunggakan pajak yang belum dibayarkan sekitar Rp16,34 miliar,” jelas Wahid.

Para pelaku usaha yang belum membayar pajaknya hingga dipasangi plang, itu lantaran menunggak dalam waktu yang lama. Berdasarkan catatan, beberapa di antaranya sudah menunggak sejak 2006 hingga 2024.

“Kategori penunggak pajak itu ada yang hotel, pabrik, apartemen, kost kostan, dan perorangan,” ucap Wahid.

BKD Kota Depok belum mengetahui secara pasti penyebab para pelaku usaha tidak membayarkan objek pajak. Menurutnya, pajak yang dibayarkan para pelaku usaha dapat menjadi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Alasan para wajib pajak tidak membayarkan kewajibannya karena finansial dan lainnya,” terang Wahid.

 

 


Source link

7200_1736821021-DALL__E_2025-01-14_09.15.21_-_An_illustration_of_Indonesia_s_Coretax_system._Depict_a_modern_digital_system_with_interconnected_nodes_and_servers__representing_tax_data_flow_across.jpg

DJP Rilis Perbaikan Coretax Lapor SPT Pajak, Simak Rinciannya

Liputan6.com, Jakarta Memasuki awal tahun, pelaporan surat pemberitahuan atau SPT tahunan pajak kembali diselenggarakan.

Sebagai informasi, batas waktu pelaporan SPT Tahunan orang pribadi dijadwalkan pada 31 Maret dan pelaporan SPT Tahunan badan jatuh pada 30 April.

Seperti diketahui, bukti potong pajak menjadi dokumen penting yang harus dilampirkan para wajib pajak dalam SPT tahunannya.

Seiring dengan implementasi sistem administrasi pajak atau coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, penerbitan bukti potong kini dapat dilakukan melalui sistem tersebut.

3 Skema Potongan

Menurut keterangan Ditjen Pajak terkait Pembaruan Informasi Terkini Implementasi Coretax DJP nomor KT-05/2025 tertanggal 4 Februari 2025, pembuatan bukti potong PPh pada aplikasi Coretax DJP dapat dilakukan melalui tiga skema.

Skema pertama, adalah input manual untuk setiap bukti potong (key in) di Coretax DJP. Kemudian, mengunggah file *.XML pada akun wajib pajak pemberi penghasilan untuk wajib pajak dalam jumlah besar (massal).

Selanjutnya, adalah melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

“Perlu kami sampaikan bahwa dalam hal NIK penerima penghasilan belum terdaftar dalam sistem Coretax DJP, pembuatan bukti potong tetap dapat dilakukan dengan menggunakan NIK tersebut. Pembuatan bukti potong akan dilakukan dengan menggunakan NPWP sementara (temporary TIN) yang disediakan oleh sistem,” tulis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (7/2/2025).

Namun, perlu diingat bahwa penggunaan NPWP sementara tersebut memiliki konsekuensi yaitu bukti potong yang dibuat tidak akan terkirim ke akun wajib pajak penerima penghasilan sehingga tidak akan masuk (tidak akan ter-prepopulated) ke SPT Tahunan penerima penghasilan.

“Oleh karena itu, agar penerima penghasilan dapat melaporkan SPT-nya dengan bukti potong ter-prepopulated pada SPT-nya, kami mengimbau kepada penerima penghasilan untuk segera mengaktivasi akunnya di Coretax DJP,” terang DJP.

 


Source link

056879300_1738918853-IMG-20250207-WA0010.jpg

3 Kebijakan Donald Trump yang Diwaspadai BI

Lebih lanjut, Juli menjelaskan bahwa kebijakan pajak juga memiliki dampak yang signifikan, terutama dalam hal pemberian insentif kepada korporasi di AS.

Pengurangan pajak ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan permintaan domestik. Namun, pengurangan pajak juga berarti meningkatnya defisit fiskal AS.

“Tax ini implikasinya dua, karena dia mendorong pertumbuhan ekonomi ya tentunya juga akan meningkatkan inflasi. Tetapi di sisi lain karena dia memotong tax berarti defisitnya meningkat yang berarti harus melakukan pembiayaan lebih besar,” jelasnya.

Menurutnya, dengan defisit yang lebih tinggi, pemerintah AS akan membutuhkan pembiayaan yang lebih besar, yang pada gilirannya akan mendorong kenaikan yield atau imbal hasil dolar AS, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Hal ini menciptakan ketidakpastian di pasar global, terutama bagi negara-negara berkembang yang bergantung pada aliran modal dari luar.

“Hasilnya ini berdampak ke yield, imbal hasil USD, baik itu yang jangka pendek, jangka panjang. Jadi, ini juga akan berpengaruh terhadap kenaikan yield USD karena kenaikan defisitnya,” ujar Juli.

 


Source link

051214800_1738730626-1738724631843_ppn-adalah.jpg

PPN adalah: Panduan Lengkap Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia beserta jawabannya:

1. Apa perbedaan antara PPN dan PPnBM?

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) adalah dua jenis pajak yang berbeda namun sering dibahas bersama:

  • PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri. PPN bersifat umum dan dikenakan pada sebagian besar transaksi jual beli.
  • PPnBM adalah pajak tambahan yang dikenakan atas penjualan barang-barang tertentu yang dianggap mewah. PPnBM hanya dikenakan pada barang-barang spesifik yang termasuk dalam kategori barang mewah.

Perbedaan utama terletak pada objek pajak dan tarif yang dikenakan. PPN memiliki tarif yang lebih rendah dan cakupan yang lebih luas, sementara PPnBM memiliki tarif yang lebih tinggi dan hanya dikenakan pada barang-barang tertentu.

2. Bagaimana cara menghitung PPN yang harus dibayar?

Perhitungan PPN yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) melibatkan beberapa langkah:

  1. Hitung PPN Keluaran: Jumlah penjualan x Tarif PPN (11%)
  2. Hitung PPN Masukan: Jumlah pembelian x Tarif PPN (11%)
  3. Hitung selisih antara PPN Keluaran dan PPN Masukan
  4. Jika PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, selisihnya adalah PPN yang harus disetor ke negara
  5. Jika PPN Masukan lebih besar dari PPN Keluaran, selisihnya adalah kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi

Contoh perhitungan:

PPN Keluaran: Rp100.000.000 x 11% = Rp11.000.000PPN Masukan: Rp80.000.000 x 11% = Rp8.800.000PPN yang harus disetor: Rp11.000.000 – Rp8.800.000 = Rp2.200.000

3. Apakah semua perusahaan wajib memungut PPN?

Tidak semua perusahaan wajib memungut PPN. Hanya perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib memungut PPN. Kriteria untuk menjadi PKP adalah:

  • Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
  • Pengusaha yang secara sukarela memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP meskipun omzetnya belum mencapai Rp4,8 miliar.

Perusahaan yang belum mencapai batas omzet tersebut atau tidak memilih untuk menjadi PKP tidak wajib memungut PPN, namun juga tidak dapat mengkreditkan PPN Masukan.

4. Apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak?

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) ketika melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Faktur Pajak berfungsi sebagai:

  • Bukti pungutan PPN
  • Sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan bagi pembeli
  • Alat kontrol bagi Direktorat Jenderal Pajak

Faktur Pajak harus memuat informasi tertentu seperti nama, alamat, dan NPWP penjual dan pembeli, jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, dan jumlah PPN yang dipungut. Saat ini, Indonesia telah menerapkan sistem e-Faktur untuk pembuatan Faktur Pajak secara elektronik.

5. Bagaimana cara melaporkan PPN?

Pelaporan PPN dilakukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Langkah-langkah pelaporan PPN meliputi:

  1. Mengumpulkan seluruh dokumen transaksi, termasuk Faktur Pajak Keluaran dan Masukan
  2. Menghitung jumlah PPN Keluaran dan PPN Masukan
  3. Mengisi formulir SPT Masa PPN, baik secara manual atau melalui aplikasi e-Faktur
  4. Melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan
  5. Menyampaikan SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak atau secara online melalui e-Filing

Batas waktu pelaporan SPT Masa PPN adalah akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan pelaporan dapat mengakibatkan sanksi administrasi.

6. Apa yang dimaksud dengan PPN Masukan dan PPN Keluaran?

PPN Masukan dan PPN Keluaran adalah dua konsep penting dalam sistem PPN:

  • PPN Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP ketika membeli Barang Kena Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak dari pihak lain.
  • PPN Keluaran adalah PPN yang dipungut oleh PKP ketika menjual Barang Kena Pajak atau memberikan Jasa Kena Pajak kepada pihak lain.

Dalam mekanisme PPN, PKP dapat mengkreditkan PPN Masukan terhadap PPN Keluaran. Selisih antara keduanya menentukan apakah PKP harus menyetor PPN ke negara atau memiliki kelebihan pembayaran pajak.

7. Apakah PPN dapat dikembalikan (restitusi)?

Ya, PPN dapat dikembalikan (restitusi) dalam kondisi tertentu. Restitusi PPN dapat diajukan jika:

  • Jumlah PPN Masukan lebih besar dari PPN Keluaran dalam suatu masa pajak
  • PKP melakukan ekspor Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
  • PKP menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pemungut PPN
  • PKP memiliki lebih bayar karena perubahan tarif PPN

Proses pengajuan restitusi PPN melibatkan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dapat memakan waktu beberapa bulan. PKP perlu memastikan kelengkapan dokumen dan kebenaran perhitungan untuk memperlancar proses restitusi.

8. Apa konsekuensi jika tidak membayar atau melaporkan PPN?

Ketidakpatuhan dalam pembayaran atau pelaporan PPN dapat mengakibatkan sanksi, antara lain:

  • Denda administrasi sebesar 2% per bulan dari PPN yang kurang dibayar, maksimal 24 bulan
  • Denda Rp500.000 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa PPN
  • Sanksi pidana bagi yang dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut, dengan ancaman pidana penjara dan denda

Selain sanksi tersebut, ketidakpatuhan juga dapat mengakibatkan pemeriksaan pajak yang lebih intensif dan berpotensi mengganggu operasional bisnis.

9. Bagaimana penerapan PPN untuk transaksi digital?

Sejak 1 Juli 2020, Indonesia telah menerapkan PPN untuk transaksi digital lintas batas. Beberapa poin penting terkait penerapan PPN digital:

  • PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) oleh penyedia luar negeri
  • Tarif PPN yang dikenakan adalah 10% (akan menyesuaikan dengan tarif PPN umum)
  • Penyedia jasa digital luar negeri yang memenuhi kriteria tertentu wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN
  • Konsumen di Indonesia yang menggunakan jasa digital dari luar negeri akan dikenakan PPN pada tagihan mereka

Penerapan PPN digital ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan beban pajak antara penyedia jasa digital dalam negeri dan luar negeri.

10. Apakah ada pengecualian atau pembebasan PPN?

Ya, terdapat beberapa jenis barang dan jasa yang dikecualikan atau dibebaskan dari PPN, antara lain:

  • Barang kebutuhan pokok seperti beras, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran
  • Jasa pelayanan kesehatan medis
  • Jasa pendidikan
  • Jasa keuangan
  • Jasa asuransi
  • Jasa keagamaan
  • Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri

Selain itu, ada juga fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan untuk kegiatan tertentu, seperti impor barang untuk proyek pemerintah atau ekspor barang kena pajak. Pengusaha perlu memahami dengan baik ketentuan pengecualian dan pembebasan PPN ini untuk menghindari kesalahan dalam penerapan PPN.


Source link

1738900566_080833100_1422933463-Ilustrasi-Pajak-150203-andri.jpg

Lapor Pajak Online: Kenali Jenis Formulir SPT hingga Dokumen yang Disiapkan

Liputan6.com, Jakarta – Memiliki penghasilan dari berbagai sumber antara lain gaji, bisnis, investasi, dan lainnya? Sumber penghasilan itu juga dimasukkan saat melapor pajak. Jangan khawatir, melaporkan pajak online di Indonesia kini lebih mudah. 

Berikut sejumlah hal-hal yang terkait dengan lapor pajak termasuk melalui online yang dikutip dari berbagai sumber, Kamis (6/2/2025). Salah satunya mengetahui jenis formulir Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Langkah pertama yang krusial adalah memahami jenis formulir Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang sesuai dengan profil penghasilan Anda. Berikut beberapa jenis formulir SPT yang umum digunakan:

  • 1770: Formulir ini ditujukan bagi wajib pajak dengan penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas (dengan pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto), dari satu atau lebih pemberi kerja, penghasilan final/bersifat final, dan/atau penghasilan lainnya.
  • 1770S: Digunakan oleh wajib pajak dengan penghasilan lebih dari Rp60 juta per tahun (umumnya pegawai).
  • 1770SS: Formulir ini diperuntukkan bagi wajib pajak dengan penghasilan kurang dari Rp60 juta per tahun (umumnya pegawai).

Dokumen yang dibutuhkan bervariasi tergantung jenis formulir SPT dan sumber penghasilan Anda. Namun, secara umum, Anda perlu mempersiapkan dokumen-dokumen berikut:

  • NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak): Nomor identitas wajib pajak Anda.
  • EFIN (Electronic Filing Identification Number): Nomor identitas digital untuk e-Filing. Jika Anda lupa atau belum memiliki EFIN, hubungi Kring Pajak 1500200 atau kunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.
  • Bukti Potong (Formulir 1721-A1 atau 1721-A2): Diperlukan untuk melaporkan penghasilan dari gaji.
  • Laporan Keuangan: Untuk penghasilan dari bisnis online. Jika menggunakan pembukuan, sertakan neraca dan laporan laba-rugi. Jika menggunakan norma, siapkan rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya.
  • Bukti Transaksi Investasi: Dokumen ini diperlukan untuk melaporkan penghasilan dari investasi (saham, obligasi, reksa dana, kripto, dll.). Sertakan bukti penerimaan dividen, kupon, atau laporan penjualan aset.

Source link

080700200_1709635134-20240305-Pelaporan_SPT-ANG_4.jpg

Catat Batas Waktu Lapor SPT Tahunan Pajak 2024, Jangan Sampai Kena Denda

Liputan6.com, Jakarta – Memasuki tahun 2025, seluruh wajib pajak diharuskan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan. Tak hanya perorangan, melapor SPT wajib dilakukan oleh badan.

Kewajiban pelaporan SPT Tahunan didasarkan pada ketentuan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 3 Ayat (1), yang berbunyi:

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak

Dikutip dari laman pajak.go.id, batas waktu pelaporan SPT Tahunan untuk pribadi paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak atau pada 31 Maret 2025.

Sedangkan pelaporan SPT Tahunan bagi badan paling lambat 4 bulan setelah akhir Tahun pajak atau pada 30 April 2025. Pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan dengan mengakses laman pajak.go.id dengan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.

Jika melewati batas akhir pelaporan SPT Tahunan, Anda tetap memiliki kewajiban pelaporan pajak. Atas keterlambatan yang dilakukan, wajib pajak orang pribadi akan dikenakan denda sebesar Rp 100 ribu sedangkan wajib pajak badan akan dikenakan denda sebesar Rp 1 juta.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penjelasan mengenai Fitur Prepopulated dalam Pelaporan SPT Tahunan PPh. Fitur baru yang merupakan bagian implementasi Coretax ini dijanjikan akan lebih memudahkan wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti menjelaskan, cara pelaporan SPT Tahunan PPh di tahun 2025 akan berbeda dengan tahun lalu setelah adanya implementasi Coretax.

“Kewajiban tersebut didasarkan pada pemenuhan syarat subjektif yaitu apabila telah mencapai usia dewasa dan syarat objektif yaitu apabila sudah memiliki penghasilan, sesuai peraturan perundangan perpajakan yang berlaku,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Senin (18/11/2024).

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan tersebut, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243 Tahun 2014 pasal 18 ayat (1) mengatur bahwa bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan netto setahunnya kurang dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikecualikan dari kewajiban melaporan SPT Tahunan.

“Tujuan pengaturan mengenai pengecualian ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang penghasilan netto setahunnya kurang dari PTKP, kesederhanaan tata kelola administrasi pajak, dan kepastian hukum bagi wajib pajak,” tutur Dwi.

Sedangkan berkenaan dengan prepopulated, dapat disampaikan bahwa prepopulated bukan merupakan cara baru pelaporan SPT Tahunan. Prepopulated merupakan metode pengisian dalam memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam pengisian SPT Tahunan, di mana data pemotongan dan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga atau pemungut pajak secara otomatis tersaji dalam konsep SPT Tahunan Wajib Pajak yang diisi secara elektronik (e-filing).

“Berdasar data yang telah tersaji tersebut, Wajib Pajak tinggal mengkonfirmasi kebenarannya,”kata dia.

Menurut Dwi, dengan cara ini pengisian SPT Tahunan bisa dilakukan dengan lebih cepat, mudah, dan akurat.

Prepopulated telah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu, namun cakupannya baru terbatas pada Bukti Potong 1721 A1 dan 1721 A2. Ke depan lingkup bukti potong yang prepopulated akan diperluas ke jenis pajak yang lain. Perluasan ini tentu akan makin memudahkan pengisian SPT Tahunan.

 

Ikuti Kuis Cek Fakta Liputan6.com di Aplikasi Youniverse dan menangkan saldo e-money jutaan rupiah.

Caranya mudah:

* Gabung ke Room Cek Fakta di aplikasi Youniverse

* Scroll tab ke samping, klik tab “Campaign”

* Klik Campaign “Kuis Cek Fakta”

* Klik “Check It Out” untuk mengikuti kuisnya

 


Source link