091501700_1644895641-Artboard_1_copy_6.jpg

Ketimbang Persulit Perpanjangan SIM, YLKI Minta Pemerintah Hapus Pajak Kendaraan

Ketiga, kemudahan pelayanan publik, seperti digitalisasi layanan antara lain administrasi kependudukan, SIM, paspor, pendidikan, dan kesehatan untuk meningkatkan akses dan efisiensi pelayanan masyarakat.

Sistem digital ini dirancang untuk mengurangi birokrasi berlebih dan memberikan pengalaman yang lebih mudah serta cepat bagi masyarakat.

Contohnya, dalam kasus penyelundupan, dengan adanya integrasi data yang menggunakan teknologi seperti blockchain, semuanya menjadi lebih transparan.

Misalnya terkait aktivitas seseorang yang melakukan aktivitas impor barang apa yang diimpor, isi kontainernya, dan sebagainya. Jika datanya akurat dan sesuai, sistem otomatis akan memberikan izin tanpa perlu antre. 

Namun, jika data yang dimasukkan tidak valid, sistem akan memblokir proses tersebut, dan pihaknya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika ditemukan pelanggaran, perusahaan yang bersangkutan bisa diblokir sehingga operasionalnya terhenti.

“Oleh karena itu kita paksa orang itu supaya comply terhadap ketentuan. Kau sudah bayar pajak belum? Kau sudah bayar royalti belum? Itu dengan sistem,” ujar dia.


Source link

061820000_1686212044-ternak_sapi.jpg

Denmark Bakal Terapkan Pajak Sendawa Sapi Demi Selamatkan Bumi, Peternak Harus Bayar Rp67 Ribu Per Ekor

, Kopenhagen – Denmark punya aturan baru untuk menjaga Bumi, yakni pajak khusus buat emisi metana dari hewan ternak, seperti sapi yang bersendawa.

Laporan DW Indonesia yang dikutip Rabu (15/1/2025) menyebut gebrakan baru itu bakal membuat Denmark jadi negara pertama di dunia yang memperkenalkan pajak khusus buat emisi metana dari hewan ternak.

Pajak tersebut sejatinya bertujuan untuk mengurangi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor peternakan. Terdengar seperti lelucon ya? Namun, kebijakan ini sebenarnya punya dampak yang cukup signifikan buat Bumi, lo!

Denmark lagi punya target buat memenuhi status netral iklimnya pada tahun 2045. Kenapa fokus ke sapi ya?

Ternyata, sapi adalah hewan pemamah biak yang menghasilkan gas metana saat mereka mencerna makanan. Lalu, gas metana itu dilepaskan saat sapi bersendawa. Efek “sendawa sapi” ini ternyata 25 kali lebih kuat dibandingkan efek pemanasan global akibat karbon dioksida (CO2).

Data juga menyebutkan kalau setiap sapi mengeluarkan setidaknya 100 kilo metana per tahun.

Berapa yang harus dibayar?

Mulai 2030, Denmark bakal memberlakukan pajak sebesar 40 euro (sekitar Rp670.000) per ton metana. Itu artinya, peternak sapi harus membayar sekitar 4 euro (sekitar Rp67.000) untuk seekor sapinya setiap tahun.

Kebijakan ini juga bagian dari langkah komprehensif untuk mengurangi jumlah hewan ternak di Denmark. Pemerintah berharap, pajak ini tidak hanya akan mengurangi emisi metana, tetapi juga ikut membantu menjaga kualitas perairan publik, seperti danau dan teluk yang tercemar akibat pupuk dari lahan pertanian.

Meski begitu, untuk meringankan beban para peternak, pemerintah Denmark juga menawarkan keringanan pajak sebesar 60 persen. Harapannya, untuk menjaga keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan keberlangsungan industri peternakan di negara itu.

Kendati demikian pihak Greenpeace Denmark justru menilai kebijakan ini kurang ambisius, karena tidak cukup buat mendorong transisi hijau tersebut. Greenpeace juga khawatir kalau jumlah hewan ternak enggak akan berkurang secara signifikan, sehingga dampaknya terhadap lingkungan juga tetap terbatas.

Jadi, apakah kebijakan ini bakal berhasil mencapai tujuannya? Sepertinya, dunia masih harus menunggu jawabannya. Tapi, satu hal yang pasti, langkah sekecil apa pun akan sangat berdampak untuk Bumi kita.

 

 


Source link

022676800_1716785046-Inul_Daratista_1.jpg

Inul Daratista Klarifikasi Kabar Akun YouTube-nya Kena Pajak Rp450 Juta padahal Sudah Lama Tak Aktif

Bintang sinetron Kenapa Harus Inul? mengaku meski punya pengalaman tak enak soal tagihan pajak, ia berkomitmen melaksanakan wajib pajak tiap tahun. Inul Daratista membuktikan diri jadi warga negara yang baik.

Terlepas hasil pajak mau dikemanakan oleh negara bukan urusan saya. Yang jelas sbg anak bangsa yg baik kita berhak melaksanakan aturan negara dgn baik. Bagi kita yg memiliki harta utk taat pajak memang harus bayar,” ungkap Inul Daratista.

 


Source link

093445600_1736746143-coretax.jpg

Sistem Coretax Bermasalah di Awal Peluncuran, Luhut: Jangan Buru-Buru Kritik!

Sebelumnya, Sistem administrasi perpajakan digital terbaru, Coretax, resmi diperkenalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini Coretax dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).

Namun, beberapa pengguna sempat mengeluhkan kesulitan akses akibat downtime yang terjadi pada Sabtu (11/1/2025). Salah satunya, Septhia Nurholiza yang merupakan staf perusahaan konsultan pajak di Jakarta.

Septhia mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapinya saat mengakses sistem CoreTax, platform yang digunakan untuk mengelola administrasi pajak secara elektronik.

Menurut Septhia, masalah utama yang sering dihadapi adalah kesulitan dalam login ke sistem. Beberapa kali ia gagal masuk, bahkan untuk beberapa akun pribadi yang ingin ditunjuk sebagai kuasa pajak juga tidak bisa login.

“(Kesulitan) banget seringkali gagal login, untuk login nya sangat susah, sampai saat ini ada akun beberapa orang pribadi yang mau di tunjuk menjadi kuasa pun masih gagal login,” kata Septhia kepada Liputan6.com, Selasa (14/1/2025).

 


Source link

082274700_1723611947-20240814_095837.jpg

Luhut Tersinggung Pengumpulan Pajak Indonesia Disamakan dengan Nigeria

Sebelumnya, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak dinilai masih sangat rendah. Melihat hal itu, kehadiran Administrasi Perpajakan (Coretax) diharapkan memberi potensi penerimaan pajak.

Hal itu disampaikan Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers, Kamis (9/1/2025).

Soal tingkat kepatuhan, Luhut mencontohkan, kepemilikan mobil dan sepeda motor kurang lebih mencapai 100 juta, tetapi yang patuh membayar pajak hanya 50 persen

“Seperti contoh ya, mobil dan sepeda motor mungkin 100 juta lebih, yang bayar pajak cuma 50 persen. Jadi Anda bisa bayangkan kepatuhan kita itu sangat rendah,” ujar Luhut.

Luhut menuturkan, adanya Administrasi Perpajakan (Coretax) memberikan potensi penerimaan pajak sebesar Rp1.500 triliun. Potensi tersebut diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia. 

Dari jumlah tersebut, diperkirakan sekitar Rp1.200 triliun dapat dikumpulkan secara bertahap. Dia bilang Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan sebagian dana ini akan dialokasikan untuk mendukung sektor-sektor strategis, seperti UMKM, guna meningkatkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Nanti (dana potensi) dialokasikan kepada seperti UMKM untuk mendorong tadi purchasing power daripada kelas menengah bawah,” ujar dia.

Selain itu, program-program seperti penyediaan makanan bergizi dan pendanaan desa juga akan menjadi bagian dari alokasi dana tersebut. Dengan kombinasi kebijakan ini, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dianggap realistis untuk dicapai, meskipun membutuhkan strategi dan eksekusi yang terukur. 

“Dan itu saya kira dengan sekarang program makan bergizi dan jumlah dana desa kalau Anda hitung, saya akan loncat-loncat ya, karena banyak yang mau disampaikan. Itu 8 persen growth yang dicanangkan itu bukan hal yang impossible,” kata Luhut.

 

Reporter: Siti Ayu

Sumber: Merdeka.com

 


Source link

072334700_1736821095-e8016300-3ead-49ca-b4ac-b746832d5c4b.jpg

Keluhan Pengguna Minta Sistem Coretax Diperbaiki, DJP Bikin Pusing!

Liputan6.com, Jakarta – Sistem administrasi perpajakan digital terbaru, Coretax, resmi diperkenalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini Coretax dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).

Namun, beberapa pengguna sempat mengeluhkan kesulitan akses akibat downtime yang terjadi pada Sabtu (11/1/2025). Salah satunya, Septhia Nurholiza yang merupakan staf perusahaan konsultan pajak di Jakarta.

Septhia mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapinya saat mengakses sistem CoreTax, platform yang digunakan untuk mengelola administrasi pajak secara elektronik.

Menurut Septhia, masalah utama yang sering dihadapi adalah kesulitan dalam login ke sistem. Beberapa kali ia gagal masuk, bahkan untuk beberapa akun pribadi yang ingin ditunjuk sebagai kuasa pajak juga tidak bisa login.

“(Kesulitan) banget seringkali gagal login, untuk login nya sangat susah, sampai saat ini ada akun beberapa orang pribadi yang mau di tunjuk menjadi kuasa pun masih gagal login,” kata Septhia kepada Liputan6.com, Selasa (14/1/2025).

Di sisi lain, Septhia menyebutkan bahwa meskipun ia belum pernah mengalami masalah saat mengajukan atau mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) melalui CoreTax, ia masih menghadapi berbagai kesulitan ketika mencoba membuat faktur.

“Belum mencoba membuat SPT di coretax masih berusaha buat faktur,” ujarnya.

Salah satu contoh konkret adalah menu “data info umum” yang sangat sulit diakses. Septhia merasa kesulitan saat ingin menambahkan pihak terkait, di mana sistem gagal mengunggah data secara otomatis meskipun sudah terisi pada saat pengisian.

“(Fitur yang tersedia di Coretax) tidak (berjalan lancar), apalagi bagian menu data info umum, untuk menambahkan pihak terkait saja sangat sulit sekali, pada saat disimpa data akta pendirian harus terisi, namun datanya sendiri pada saat unggah otomatis dari sistem, tidak terunggah, gak ngerti sistemnya gimana, yang jelas banyak data yang tidak terunggah otomatis,” ungkapnya.

Pengisian e-Faktur

Lebih lanjut, Septhia juga menyoroti masalah pada pengisian e-faktur. Banyak klien yang kesulitan memahami cara pengisian Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Misalnya, meskipun terdapat nilai PPn sebesar 12%, sistem mencatatnya dengan nilai yang salah, yakni 11%. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan pengguna yang awam.

“Dalam tahap pengisian e-faktur, dan banyak klien yang tidak mengerti bagaimana cara pengisian dpp, karena tertera ppn 12% padahal masih 11% dengan menggunakan rumus dpp nilai lain 11/12 yang banyak orang awam masih belum mengerti,” katanya.

Namun, meski banyak kendala yang ditemui, Septhia mengapresiasi bantuan teknis yang disediakan oleh DJP. Dukungan ini cukup membantu untuk menyelesaikan masalah yang muncul, meskipun ia berharap agar sistem dan fitur yang ada bisa diperbaiki dan dipermudah lagi.

“Ya tapi harus lebih di perbaiki dan di permudah lagi sistemnya, balik lagi ke DJP aja, pusing,” pungkasnya.


Source link

7200_1736821021-DALL__E_2025-01-14_09.15.21_-_An_illustration_of_Indonesia_s_Coretax_system._Depict_a_modern_digital_system_with_interconnected_nodes_and_servers__representing_tax_data_flow_across.jpg

Coretax Masih Diragukan Pengusaha, Banyak Pertanyaan Belum Terjawab

Menurutnya, penerapan sistem ini tidak hanya memerlukan sistem perangkat keras dan perangkat lunak yang baik, tetapi juga infrastruktur pendukung lainnya, termasuk petugas pajak yang terlatih serta kesiapan dalam digitalisasi.

Sanny mengungkapkan bahwa meskipun kebijakan ini dapat mendukung perluasan basis pajak, tantangan dalam hal implementasi teknologi dan pelatihan petugas perlu segera ditangani. Dalam hal ini, dia mengingatkan pentingnya dukungan dari Kementerian Keuangan untuk memastikan kelancaran sistem dan memberikan rasa aman bagi para wajib pajak.

“Kalau ini kan sistem layanan terpadu lah, ini kalau core tax ini kan saya rasa bagus ya untuk ekstensifikasi perluasan daripada basis wajib pajak gitu. Tetapi ini sekali lagi pemerintah harus lihat dengan berbagai infrastruktur, baik infrastruktur hardware, software-nya, petugasnya, digitalisasinya semua,” ujarnya.

Sebagai informasi, sistem administrasi perpajakan digital terbaru, Coretax, resmi diperkenalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).

Namun, beberapa pengguna sempat mengeluhkan kesulitan akses akibat downtime yang terjadi pada Sabtu (11/1/2025). Kemudian DJP pun telah melakukan perbaikan dalam implementasi Coretax tersebut.


Source link

066179900_1474792665-20160925-Tax-Amnesty-di-Ditjen-Pajak-Fery-pradolo-2.jpg

Coretax DJP Sempat Kendala, Simak Sederet Perbaikannya

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan perkembangan kondisi terkini terkait upaya perbaikan yang telah dilakukan dalam implementasi Coretax DJP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti, menyampikan sejumlah perbaikan.Perbaikan tersebut meliputi proses bisnis antara lain terkait pendaftaran yang mencakup gagal login, pendaftaran NPWP, pendaftaran NPWP warga negara asing (WNA), pengiriman one-time password (OTP), dan update profil Wajib Pajak termasuk perubahan data Penanggung Jawab (PIC) perusahaan dan karyawan selain PIC.

Kedua, terkait SPT yang mencakup pembuatan faktur pajak yang disampaikan dalam bentuk *.xml. Ketiga, terkait Document Management System yang mencakup proses penandatanganan faktur pajak menggunakan Kode Otorisasi DJP ataupun sertifikat elektronik.

“Sampai dengan tanggal 13 Januari 2025 pukul 10.00 WIB, wajib pajak yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat digital/sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak berjumlah 167.389,” kata Dwi dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2025).

Faktur Pajak

Sementara itu, wajib pajak yang sudah berhasil membuat faktur pajak sebanyak 53.200 dengan jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan sebanyak 1.674.963 dan faktur pajak yang telah divalidasi atau disetujui sebesar 670.424.

Sejalan dengan hal tersebut, DJP terus melakukan perbaikan dengan harapan tidak ada lagi masalah yang dihadapi oleh wajib pajak dalam mengakses layanan Coretax DJP

“Kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam membantu pemerintah memilliki sistem informasi yang maju,” ujarnya.

Disisi lain, jika ada wajib pajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut bisa mengecek daftar pertanyaan yang sering diajukan beserta jawabannya dapat diakses pada laman landas Direktorat Jenderal Pajak pada tautan www.pajak.go.id.

“Apabila wajib pajak masih menemui kendala, silahkan menghubungi kantor pajak setempat atau Kring Pajak 1500 200. Kami akan terus memperbaharui informasi terkait perkembangan Coretax DJP secara berkala,” pungkasnya.

 


Source link

044553100_1721300152-20240718-Hari_Pertama_GIIAS_2024-ANG_2.jpg

PPN 12% Ancam Pertumbuhan Perusahaan Pembiayaan?

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan terus memantau dan mengevaluasi dampak pemberlakuan PPN 12% serta opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, Minggu (12/1/2025).

“OJK akan terus melakukan monitoring dan mencermati dampak atas adanya PPN 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan,” ungkap Agusman.

Ketergantungan Industri Pembiayaan pada Sektor Otomotif

Industri otomotif menjadi salah satu pilar utama sektor pembiayaan di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan.

Namun, penerapan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan diperkirakan dapat menimbulkan tantangan baru bagi industri otomotif, yang pada akhirnya memengaruhi permintaan pembiayaan kendaraan.

“Hampir 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan ditopang dari pertumbuhan industri otomotif,” jelas Agusman.

Komitmen OJK untuk Stabilitas dan Evaluasi Kebijakan

Meski terdapat potensi dampak negatif terhadap kinerja perusahaan pembiayaan, OJK berkomitmen untuk memastikan stabilitas sektor keuangan tetap terjaga.

OJK juga akan mencermati perkembangan kebijakan ini guna memastikan regulasi tidak mengganggu daya beli masyarakat dan pertumbuhan industri otomotif serta pembiayaan.

Sebagai langkah antisipatif, OJK merencanakan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kebijakan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap konsumen dan pelaku industri, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.


Source link

000657600_1660444990-20220814_092338.jpg

DJP Kaji Usulan Pajak Jadi Syarat Perpanjang SIM hingga Paspor

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana tak bisanya masyarakat memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) jika tidak membayar pajak. YLKI mencatat jumlah pemegang SIM jauh lebih sedikit ketimbang kendaraan bermotor di jalanan.

Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, meminta pemerintah melihat lebih jauh. Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan kondisi di tengah masyarakat.

“Dalam menerbitkan peraturan, sebaiknya pemerintah tidak hanya melihat sisi normatifnya saja, tetapi juga perlu memperhatikan aspek sosiologis dan aspek lainnya,” kata Agus kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).Misalnya, pemerintah harus meningkatkan pemahaman masyarakat soal kepemilikan SIM. Pasalnya, jumlah kendaraan bermotor jauh lebih banyak ketimbang pemegang SIM.

Agus mencatat populasi kendaraan mencapai 120 juta unit yang melenggang di jalanan. Sedangkan, kepemilikan SIM hanya 8,8 juta.

“Alih-alih menolak perpanjangan SIM jika tidak bayar pajak, saat ini jumlah pemegang SIM jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang beredar,” katanya.”Dengan begitu, rencana ini justru akan kontraproduktif,” sambung Agus. Sulit Diterapkan

 


Source link