029687100_1726702551-1__11_.jpeg

Pemerintah Beri Insentif Pajak Mobil Hybrid 3 Persen, Harga Jadi Makin Murah

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mentuurkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia masih lebih rendah ketimbang negara lain. Adapun Indonesia akan menerapkan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

“Tarif PPN di Indonesia dibandingkan banyak negara di dunia masih relatif rendah,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Sri Mulyani pun memberikan perbandingan tarif PPN di negara lainnya. Sebagai perbandingan, tarif PPN negara anggota G20 seperti Brazil mencapai 17 persen. Bahkan, tarif PPN di India sudah mencapai 18 persen.

“Kemudian Turki 20 persen PPN-nya dengan tax ratio 16 persen. 12 persen itu adalah Filipina dengan tax ratio mereka sudah di 15,6 persen,” ujar Sri Mulyani.

Meski demikian, tarif PPN di Vietnam jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia mencapai 10 persen. Selain itu, tarif PPN di Thailand hanya ditetapkan 7 persen.

Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen telah dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. Salah satu pertimbangan utama ialah terjaganya laju inflasi dibandingkan tahun sebelumnya.

“Kami juga melihat data konsumsi rumah tetangga yang tetap terjaga stabil. Kemudian inflasi yang mengalami penurunan bahkan relatif rendah di 1,5 persen. Karena ini adalah sebetulnya koreksi dari harga pangan tahun lalu yang sangat tinggi. Dan penurunan harga pangan tentu mendukung daya beli masyarakat,” ungkap dia.

Sri Mulyani mengamini kenaikan tarif PPN 12 persen ini akan menimbulkan polemik di masyarakat. Namun, ia memastikan pemerintah telah menyiapkan sejumlah kompensasi bagi masyarakat yang terdampak kenaikan PPN tersebut.

“Kami memahami pandangan berbagai pihak,” ujar dia.


Source link

074913300_1733822533-Screenshot_20241210_151103_YouTube.jpg

PPN 12 Persen pada 2025, Sri Mulyani: Masih Relatif Rendah Ketimbang Negara Lain

Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, tarif PPN Indonesia yang saat ini sebesar 12 persen masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di kawasan emerging market maupun negara-negara anggota G20.

Sebagai contoh, Brasil mengenakan tarif PPN sebesar 17 persen, Afrika Selatan 15 persen, India 18 persen, dan Turki bahkan mencapai 20 persen.

“(PPN) 11 persen atau ke-12 persen dibandingkan banyak negara dan kalau kita beberapa negara emerging,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Walaupun demikian, meskipun tarif PPN Indonesia terbilang rendah, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan rasio pajak atau tax ratio yang saat ini berada di angka 10,4 persen.

Rasio pajak yang relatif rendah ini mencerminkan tantangan yang harus dihadapi dalam memperbaiki sistem perpajakan agar dapat mendukung pembiayaan APBN yang berkelanjutan.

“Jadi, Indonesia saat ini dengan 11 persen (PPN), tax ratio kita masih di 10,4 persen bisa memberikan gambaran pekerjaan rumah dan perbaikan yang harus kita lakukan. Tidak selalu bahwa kita harus naik setinggi yang lain, tapi ini juga menggambarkan di mana posisi Indonesia,” ujar dia.

Meskipun demikian, pemerintah tetap berhati-hati dalam merancang kebijakan pajak agar tidak membebani masyarakat terlalu besar, terutama di tengah proses pemulihan pasca-pandemi.

“Di dalam menjalankan polisi ini kita sungguh berhati-hati,” ujarnya. Disisi lain, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pasca kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda stabilitas yang terjaga.

 


Source link

097272800_1734322472-16_desember_2024-2.jpg

PPN 12 Persen Berlaku 2025, Pemerintah Beri Stimulus Ini

Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah tetap memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada 2025. Seiring kenaikan PPN itu,ada sejumlah insentif yang diberikan.

“Sesuai dengan amanah undang-undang tentang harmoni peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, harga PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi, Senin (16/12/2024).

Ia menuturkan, untuk bahan makanan lain dengan penambahan PPN 12 persen, pemerintah beri stimulus dan paket kebijakan ekonomi, misalkan bagi rumah tangga berpendapatan rendah, PPN ditanggung pemerintah.

Airlangga mengatakan, stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman yang perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3 persen, PPN nya tetap 11 persen. 

Selain itu, untuk menyambut 2025, Pemerintah juga akan ada bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2, sekitar 10 kilogram per bulan.

Di sisi lain, untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dan daya listrik terpasang di bawah atau sampai dengan 2.200 volt ampere, diberikan biaya diskon sebanyak 50 persen untuk 2 bulan.

“Nah, bagi kelas menengah, itu pemerintah melanjutkan kembali PPN ditanggung pemerintah untuk properti, sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak Rp2 miliar. Jadi Rp2 miliar ditanggung pemerintah, sisanya yang sampai dengan Rp5 miliar, Rp2 sampai Rp3 miliar, yang Rp3 miliarnya bayar,” ujar dia.

Sementara itu, barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, PPN-nya diberikan fasilitas bahkan tidak dikenakan tarif alias nol persen.

“Jadi, barang yang seperti kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin, polio, hanar, dan pemakaian air, seluruhnya PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu,” kata dia.


Source link

072897700_1734245544-1000731475.jpg

Hindari Protes, DPRD Jabar Minta Pemda Gencar Sosialisasi Opsen Pajak Kendaraan

Sebagai gambaran, jika PKB kendaraan bermotor sebesar Rp1 juta, maka opsen PKB yang diterima kabupaten/kota adalah Rp660 ribu. Hal yang sama berlaku untuk BBNKB, dengan persentase yang sama.

Namun, pemberlakuan opsen ini juga diprediksi akan menurunkan PAD provinsi. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat, Dedi Taufik, sebelumnya menyebutkan, dengan adanya opsen PKB dan BBNKB, pendapatan provinsi Jawa Barat diperkirakan akan berkurang. Meski demikian, Dedi optimistis bahwa kabupaten dan kota akan lebih mandiri secara keuangan.

Sebelumnya Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menyampaikan bahwa APBD tahun 2024 untuk Jabar ditargetkan sampai pada Rp36,27 triliun. Artinya, kata Iwan, ada prediksi bahwa depan ada aturan baru pembagian opsen pajak langsung dengan 27 kota dan kabupaten, maka potensi APBD Jawa Barat bisa turun Rp5-6 miliar pada tahun 2025.

Berdasarkan data BPS, jumlah kendaraan bermotor di Jawa Barat hingga akhir 2023 mencapai 16.574.249 unit. Dengan jumlah tersebut, skema opsen pajak PKB dan BBNKB diperkirakan mampu meningkatkan PAD kabupaten/kota secara signifikan.

Selain itu, opsen pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) juga menjadi sumber penerimaan baru bagi provinsi. Opsen ini akan digunakan untuk memperkuat fungsi pengawasan pertambangan di daerah.

 


Source link

043664500_1730112269-fotor-ai-20241028174231.jpg

Italia Mau Pangkas Pajak Kripto

Sebelumnya, Partai Demokratik Korea Selatan (KDP) setuju menunda penerapan pajak keuntungan kripto selama dua tahun lagi. Pajak kontroversial ini awalnya dijadwalkan berlaku pada Januari 2025, tetapi kini akan mulai berlaku pada 2027, setelah mencapai kesepakatan dengan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa.

Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (3/12/2024), Park Chan-dae, pemimpin KDP, mengonfirmasi keputusan tersebut dalam konferensi pers pada 1 Desember. Penundaan ini menandai ketiga kalinya Korea Selatan menunda penerapan pajak keuntungan modal aset digitalnya, yang mencerminkan perdebatan yang sedang berlangsung mengenai waktu dan dampaknya. 

Pajak keuntungan kripto, yang pertama kali diusulkan pada 2021, telah menghadapi beberapa penundaan karena meningkatnya kekhawatiran dari investor dan pemangku kepentingan industri. 

Pajak yang awalnya dijadwalkan pada 2023 ditunda hingga 2025, dan sekarang ditunda hingga 2027. PPP, partai yang berkuasa di Korea Selatan, bahkan telah mengusulkan perpanjangan masa tenggang hingga 2028, dengan alasan bahwa perpajakan yang terlalu dini dapat mengusir investor dari pasar.

Menjelang keputusan ini, KDP sangat menentang penundaan lebih lanjut. Pada tanggal 20 November, partai tersebut mengkritik usulan PPP sebagai manuver politik, menuduh mereka menjilat pemilih menjelang pemilihan umum mendatang. 

Alih-alih menunda pajak, KDP mengusulkan untuk menaikkan ambang batas keuntungan kena pajak dari USD 1.800 menjadi USD 36.000, dengan tujuan untuk melindungi investor yang lebih kecil sambil menargetkan pemain yang lebih besar. 

Namun, di bawah tekanan politik yang meningkat dan dalam semangat kompromi, KDP kini telah sejalan dengan rekomendasi pemerintah untuk penundaan selama dua tahun.


Source link

048240400_1655287331-Rencana_BEA_Materai_untuk_belanja_Daring-Johan-1.jpg

Pajak Digital Capai Rp 31,05 Triliun hingga November 2024

Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital atau pajak digital mencapai Rp 31,05 triliun hingga 30 November 2024. Paling banyak adalah setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Jumlah pajak digital ini berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 24,49 triliun, pajak kripto sebesar Rp 979,08 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 2,86 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,71 triliun.

Sementara itu, sampai dengan November 2024 pemerintah telah menunjuk 199 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk tujuh penunjukan pemungut PPN PMSE, satu pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE, dan satu pencabutan pemungut PPN PMSE pada bulan November.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, mengatakan, penunjukan di November 2024 yaitu Amazon Japan G.K., Vorwerk International & Co. KmG, Huawei Service (Hong Kong) Co.,Limited, Sounds True Inc, Siteground Hosting Ltd., Browserstack Inc., dan Total Security Limited. Pembetulan di bulan November 2024 yaitu Posit Software, PBC. Pencabutan di bulan November 2024 yaitu Global Cloud Infrastructure Limited.

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 171 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 24,5 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp 7,58 triliun setoran tahun 2024,” kata Dwi, di Jakarta, Kamis (12/12/2024).

 


Source link

070185000_1729671298-Screenshot_20241023_145832_Chrome.jpg

Sri Mulyani Pilih Pilah Barang yang Kena PPN 12%

Sebelumnya, Menteri UMKM, Maman Abdurrahman menjamin para pelaku UMKMtidak akan terkena dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, jika kebijakan itu jadi dilaksanakan pada 2025.

Menurut dia, UMKM tidak akan terkekang oleh lonjakan PPN 12 persen, baik untuk ongkos produksi maupun harga jual produk barang dan jasa. “Bebas kok, enggak ada masalah,” ujar Maman di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

Maman mengatakan, pemerintah sudah menyepakati kenaikan PPN bakal dilakukan secara selektif. Hanya untuk produk atau komoditas yang masuk kategori barang mewah.  

“Itu enggak berlaku semuanya. Ada segmentasi tertentu yang tidak mendapatkan, yang tetap berlaku seperti awal. Pemerintah juga tidak langsung tebang semuanya kok,” ungkap dia. 

Pengusaha UMKM saat ini disebutnya masih mengikuti acuan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen. Mengutip Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, tarif PPh 0,5 persen dapat digunakan oleh wajib pajak (WP) orang pribadi atau badan usaha yang memiliki pendapatan bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.

“Kalau UMKM berlaku yang 0,5 (persen), udah enggak ada problem lah itu. Jadi, no issue itu, PPN itu untuk barang mewah. Jadi, untuk teman-teman pengusaha, yang sektor penjualannya maksimal 4,8 M, itu berlaku yang 0,5 (persen),” papar Maman.

 


Source link

070730800_1626535597-APBN_5.jpg

Beras-Listrik Tak Kena PPN 12%, Negara Tekor Rp 265,6 Triliun

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan negara tidak akan menerima sekitar Rp 265,6 triliun dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025.

Angka ini berasal dari pembebasan PPN untuk berbagai barang kebutuhan pokok dan layanan esensial, meskipun tarif PPN akan naik menjadi 12 persen tahun depan.

Sri Mulyani menjelaskan, sejumlah barang dan jasa akan tetap bebas dari pengenaan PPN meski aturan baru diberlakukan. Berdasarkan kalkulasinya, pembebasan tersebut diperkirakan berdampak pada penerimaan negara sebesar Rp 265,6 triliun.

“Jika kita perkirakan, tahun depan pembebasan PPN akan mencapai Rp 265,6 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu (11/12/2024).

Barang dan Jasa Bebas PPN

Sri Mulyani memaparkan bahwa barang dan jasa tertentu yang tidak dikenakan PPN sudah berlaku sejak lama. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Barang kebutuhan pokok: beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, dan gula konsumsi.
  • Jasa esensial: pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, keuangan, asuransi, dan vaksinasi.
  • Lainnya: buku, rumah sederhana, serta pemakaian listrik dan air minum.

Dampak Pembebasan PPN 2024

Saat ini, dengan tarif PPN sebesar 11 persen, nilai total pembebasan pajak terhadap barang dan jasa mencapai Rp 231 triliun. Hal ini disebut sebagai fasilitas pajak yang diberikan pemerintah untuk mendukung kebutuhan dasar masyarakat.

“Nilai barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN mencapai Rp 231 triliun tahun ini. PPN-nya dinolkan meskipun undang-undang menetapkan tarif 11 persen,” jelas Sri Mulyani.

 


Source link

027939200_1727853713-20241002-Laras-MER_4.jpg

Benarkah Kenaikan PPN 12% Hanya Dirasakan Orang Kaya?

Presiden Prabowo Subianto angkat bicara soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menjadi 12 persen di 2025. Menurut dia, hal tersebut sudah diputusan, bahwa diterapkan secara selektif.

“Kan Sudah diberi penjelasan, PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan. Tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata dia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

Prabowo menegaskan, penerapan kenaikan tarif PPN 12 persen tidak akan diperlakukan kepada rakyat kecil.

“Untuk rakyat lain kita tetap lindungi. Sudah sejak akhir 23 (2023) Pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut, untuk membela membantu rakyat kecil. Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” jelasnya.

Sebelumnya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyepakati pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025 bertujuan mengimbangi penerimaan negara, menjaga daya beli dan kondisi dunia usaha.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto sudah membahas secara rinci dan telah disepakati juga oleh DEN bersama para menteri, terkait pengenaan PPN 12 persen itu.

“Pak (Presiden) sudah sangat detail mengenai itu. Saya kira kami dengan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan juga sudah sepakat mengenai itu,” kata Luhut saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

Usai bertemu dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan, DEN menyatakan pihaknya juga sepakat pengenaan PPN sebesar 12 persen itu sebagai upaya pemerintah dalam mencari perimbangan antara penerimaan negara, menjaga daya beli masyarakat, hingga keadaan dunia usaha.

Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu menyatakan bahwa opsi pengenaan PPN itu juga tidak diberlakukan untuk seluruh barang atau komoditas, misalnya saja dikenakan untuk barang mewah.

“Kita sih setuju dengan mencari keseimbangan yang tepat ya. Antara mengenakan mungkin PPN itu dikenakan untuk barang mewah misalnya ya,” kata Mari Elka.


Source link