036329200_1491129711-20170402-Coldplay-AP9.jpg

Top 3: Tiket Konser Coldplay Kena Pajak Tinggi?

Liputan6.com, Jakarta Teka teki Coldplay bakal konser di Jakarta, Indonesia terjawab sudah. Promotor Third Eye Management dan PK Entertainment menginformasikan konser Coldplay bertajuk “Coldplay Music of The Spheres World Tour” bakal digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 15 November 2023.

Dari informasi harga tiket konser Coldplay di Indonesia yang beredar, terdapat 11 kategori yang tersedia, rentang harganya mulai Rp 800.000 hingga yang termahal Rp 11.000.000.

Kendati demikian, dikabarkan rentang harga tersebut belum termasuk pajak hiburan 15 persen dan fee 5 persen. Sebagai informasi, pajak hiburan termasuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Artikel mengenai pajak tiket konser Coldplay ini menjadi salah satu artikel yang banyak dibaca. Selain itu masih ada beberapa artikel lain yang layak untuk disimak.

Lengkapnya, berikut ini tiga artikel terpopuler dikanal bisnis Liputan6.com pada Jumat (12/5/2023):

1. Tiket Konser Coldplay di Jakarta Kena Pajak Tinggi? Ini Penjelasan DJP

Coldplay dipastikan menggelar konser di Indonesia pada 15 November 2023. Band asal Inggris ini sangat dinanti penggemarnya. Maklum, pada 2017 silam band yang digawangi Chris Martin ini sempat batal manggung di Jakarta.

Konser Coldplay yang bertajuk “Music of the Spheres World Tour” ini sudah diumumkan secara resmi di akun Instagram terverifikasi milik mereka.

Namun warganet di Twitter pun dihebohkan dengan desas-desus tingginya nilai pajak tiket konser Coldplay yang beredar di media sosial.

Baca artikel selengkapnya di sini

Source link

094557500_1682134671-Thumbnail_Liputan6.com_.jpg

Banyak Warganya Hengkang, New York dan California Hilang Duit Rp 1.327 Triliun

Liputan6.com, Jakarta New York dan California mengaku kehilangan pendapatan dengan jumlah lebih dari USD 90 miliar (setara Rp 1.327 triliun) selama pandemi Covid.

Itu karena masyarakat pembayar pajak kebanyakan pindah ke negara bagian lain. Ini sekaligus mendukung tren tentang orang berpenghasilan lebih tinggi yang cenderung pindah ke daerah dengan pajak lebih rendah.

Melansir CNBC, Jumat (11/5/2023), mengutip data terbaru dari Internal Revenue Service yang menunjukkan bahwa negara bagian New York kehilangan pendapatan kotor yang disesuaikan sebesar USD 25 miliar karena migrasi keluar pada 2021, setelah sebelumnya kehilangan USD 20 miliar di 2020.

Dalam data tersebut juga California melaporkan kerugian bersih sebesar USD 29 miliar pada tahun 2021, menyusul angka USD 18 miliar pada 2020 sebelumnya. Jika digabungkan, kedua negara bagian kehilangan USD 92 miliar selama dua tahun.

Adapun data menunjukkan, perpindahan dari negara bagian dengan pajak tinggi ke negara bagian berpajak rendah ini meningkat pesat selama pandemi meski telah terjadi selama bertahun-tahun tanpa disadari.

Ditambah lagi, kerugian dari pendapatan nasional California dan New York pada tahun 2021 lebih dari tiga kali lipat kerugian gabungan mereka pada tahun 2019, sebelum pandemi terjadi di AS.

Para ahli juga mengemukakan, negara bagian dengan pajak yang lebih tinggi akan terus melihat arus keluar dari orang-orang berpenghasilan tinggi, sebagian disebabkan pekerjaan jarak jauh dan pertumbuhan pekerjaan kerah putih.

“Saat kami mendapatkan data untuk 2021-22 dan 2023, arus keluar pasti melambat sampai batas tertentu, yang menurut saya tidak berarti migrasi tidak akan lagi menjadi masalah,”jelas E.J. McMahon, Pendiri Senior di Empire Center.

Salah satu negara bagian AS yang diuntungkan dalam migrasi ini adalah Florida: The Sunshine State, memperoleh 128.000 rumah tangga bersih pada 2021 dan menghasilkan pendapatan lebih dari USD 39 miliar, menurut data IRS.

Ini menjadi lompatan besar dari USD 28 miliar yang diperoleh negara bagian pada 2020. Palm Beach County sendiri, yang mencakup kota eksklusif Palm Beach, memperoleh pendapatan lebih dari USD 11 miliar pada tahun 2021, menurut IRS.

 

Source link

069962300_1672304432-Penerimaan_Pajak_2022_Capai_Target-Angga-6.JPG

Ditjen Pajak Belum Siap Hapus PPN Seperti Saran Bank Dunia

Liputan6.com, Jakarta – Diretkorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan merespon rekomendasi Bank Dunia mengenai penghapusan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengaku memang sudah menerima rekomendasi Bank Dunia tersebut guna meningkatkan penerimaan negara.

Yon juga menegaskan, rekomendasi itu bukan hal yang baru. Bahkan Kemenkeu telah membahas dalam perumusan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Waktu sudah ada dinamika berbagai jenis barang dan jasa harus kita bebaskan, PPN harus kita kenakan. Diskusi dari Bank Dunia termasuk diantaranya,” kata Yon Ars, dalam media briefing di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Kendati demikian, pembahasan mengenai penghapusan pembebasan PPN dalam UU HPP masih perlu memperhatikan konteks lainnya, tidak hanya fokus pada penerimaan negara saja. Melainkan, Pemerintah juga mempertimbangkan aspek kebeperpihakan dan penerapan di negara lain.

Kata Yon, bahkan beberapa negara lain telah menerapkan pembebasan PPN terhadap berbagai barang dan jasa, misalnya terhadap pendidikan dan kesehatan. Pembebasan pungutan pajak itu dilakukan karena pendidikan dan kesehatan dinilai sebagai layanan dasar.

“Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain, tidak semata-mata masalah technocratic,” ujarnya.

Meski begitu, Yon tak menampik, bahwa pungutan PPN sangat berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Hal itu terlihat dari kontribusi PPN yang mencapai 50 persen dari total pendapatan negara setiap tahunnya.

“Jadi tidak semata-mata masalah technocratic plan ada framework yang menjadi pertimbangan,” pungkasnya.

Source link

081641300_1662883432-Coldplay-Rock-in-Rio-AP-9.jpg

Coldplay Bakal Manggung di Jakarta 15 November 2023, DJP Sebut Pajak Konser Kewenangan Pemda

Sebelumnya, mimpi para penggemar Coldplay untuk bisa menyaksikan langsung band idolanya di Indonesia tidak lama lagi akan menjadi kenyataan. Chris Martin dkk telah mengumumkan mereka akan menggelar konser pada 15 November 2023 mendatang di SUGBK, Jakarta.

Para pecinta musik di Tanah Air tentunya begitu antusias menyambut berita baik tersebut. Banyak yang kemudian bertanya-tanya mengenai tiket dan seating plan untuk konser Coldplay di Jakarta.

Menjawab rasa penasaran itu, PK Entertainment selaku promotor konser akhirnya merilis secara resmi daftar harga tiket Coldplay beserta kategori-kategorinya. (Instagram PK Entertainment)

Liputan6.com, Jakarta Mimpi para penggemar Coldplay untuk bisa menyaksikan langsung band idolanya di Indonesia tidak lama lagi akan menjadi kenyataan. Chris Martin dkk telah mengumumkan mereka akan menggelar konser pada 15 November 2023 mendatang di SUGBK, Jakarta.

Para pecinta musik di Tanah Air tentunya begitu antusias menyambut berita baik tersebut. Banyak yang kemudian bertanya-tanya mengenai tiket dan seating plan untuk konser Coldplay di Jakarta.

Menjawab rasa penasaran itu, PK Entertainment selaku promotor konser akhirnya merilis secara resmi daftar harga tiket konser Coldplay beserta kategori-kategorinya. Pengumuman harga tiket itu disampaikan melalui unggahan di Instagram PK Entertainment pada Kamis (11/5/2023).

“Coldplay Music of The Spheres World Tour Jakarta. Gelora Bung Karno Stadium, Wednesday November 15th 2023. Here is what you have been waiting for. The official layout and ticket prices for #MOTSWT Jakarta,” tulis tim promotor.

Dalam unggahan itu, diketahui bahwa tiket konser Coldplay itu dibagi ke dalam beberapa kategori. Berikut ini pembagian kategori tiket konser Coldplay di Jakarta:

  • CAT 1 (NUMBERED SEATING) IDR 5.000.000
  • FESTIVAL (FREE STANDING) IDR 3.500.000
  • CAT 2 (NUMBERED SEATING) IDR 4.000.000
  • CAT 3 (NUMBERED SEATING) IDR 3.250.000
  • CAT 4 (NUMBERED SEATING) IDR 2.500.000
  • CAT 5 (NUMBERED SEATING) IDR 1.750.000
  • CAT 6 (NUMBERED SEATING) IDR 1.250.000
  • CAT 7 (NUMBERED SEATING) (RESTRICTED VIEW) IDR 1.250.000
  • CAT 8 (NUMBERED SEATING) (RESTRICTED VIEW) IDR 800.000

 

 

Source link

018328500_1646654165-20220307-Pemerintah_Peroleh_Pajak_Rp2_48_Triliun_dari_Program_PPS-3.jpg

172 Wajib Pajak Sudah Lapor Realisasi Repatriasi dan Investasi Program Tax Amnesty Jilid II

Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 11 Mei 2023 sudah ada 43 wajib pajak peserta program pengungkapan sukarela (PPS) pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi repatriasi melalui e-reporting PPS di DJP online. PPS ini sering disebut juga dengan tax amnesty jilid II. 

Selain itu, juga terdapat 129 wajib pajak peserta PPS yang telah menyampaikan laporan realisasi investasi melalui aplikasi e-reporting.

“Aplikasi sudah on-board, bisa digunakan. Jadi, kalau masuk ke portal DJP ada aplikasi e-reporting PPS di sebelah kiri layar. Kalau ikut PPS bisa langsung akses ke sana. Kalau tidak ikut, PPS tidak bisa diakses,” kata Dirjen Pajak Suryo Utomo, dalam media briefing DJP, Kamis (11/5/2023).

Adapun dari 43 wajib pajak tersebut, nilai repatriasi yang telah dilaporkan mencapai Rp 402,97 miliar. Sedangkan, nilai investasi yang dilaporkan peserta PPS pada instrumen SBN dalam mata uang rupiah sebanyak Rp 292,84 miliar dan dolar AS USD 478.717.

Sementara, nilai investasi yang dilaporkan dalam bentuk penanaman modal pada sektor hilirisasi mencapai Rp 2,35 miliar.

Lebih lanjut, Suryo pun mengingatkan sesuai dengan pengumuman DJP nomor PENG-9/PJ.09/2023, bahwa batas akhir pelaporan repatriasi dan atau investasi wajib pajak peserta PPS hanya sampai 31 Mei 2023.

“Sampai dengan akhir bulan ini akan lebih kelihatan. Walaupun di sisi yang lain kami juga informasi dari perbankan mengenai aktivitas PPS ini. Kami sangat menunggu dari wajib pajak untuk secara voluntary melaporkan kapan repatriasi dan investasi dilakukan,” pungkasnya.

Source link

044815500_1447057579-20151109-Ilustrasi-Logam-Muli-iStockphoto2.jpg

Ada Aturan Pajak Baru, Harga Emas Bakal Makin Mahal?

Pemerintah mengatur ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas dan jasa terkait penjualan/penyerahan atas emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis.

Pengaturan ulang lainnya juga dilakukan pada jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh Pabrikan dan Pedagang Emas Perhiasan serta Pengusaha Emas Batangan.

Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, Rabu (3/5/2023) Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Dwi Astuti mengatakan bahwa pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif.

“Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan,” jelas Dwi.

Dwi menjelaskan mekanisme baru pengenaan pajak atas emas dan jasa, diantaranya adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pabrikan Emas Perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran sebesar 1,1 persen dari harga jual, untuk penyerahan kepada Pabrikan Emas Perhiasan lainnya.

 

Source link

071642600_1683790299-FOTO.jpg

Pungutan PPh PMSE Belum Jalan Juga, Ternyata Ini Masalahnya

Liputan6.com, Jakarta – Kebijakan pajak penghasilan (PPh) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) hingga saat ini belum diberlakukan. Padahal payung hukumnya sudah ada, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020.

Sebagaimana tertulis pada Pasal 4 ayat (2), Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) merupakan perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

Dalam Perpu tersebut penerapan pajak PMSE dibagi menjadi dua pungutan, yakni pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Untuk PPN PMSE telah diberlakukan pada 1 Juli 2020, namun untuk PPh PMSE belum diberlakukan.

untuk PPN PMSE sendiri, pemerintah sudah menerapkannya pada 1 Juli 2020 yang lalu. Berbeda dengan PPh PMSE yang sampai saat ini belum diberlakukan.

Lantas bagaimana kabar rencana penerapan PPh PMSE?

Kabar terbaru, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, mengungkapkan pemberlakuan PPh PMSE direncanakan mengikuti dua pilar perpajakan internasional.

“Kalau untuk PPh PMSE, yang luar ya, tentu kita ikuti yang pilar 1 pilar 2. kita kan sudah komitmen untuk ikut pengenaan pajaknya sesuai dengan platform internasional, artinya kesepakatan internasional,”kata Yon Arsal saat ditemui di Kantor DJP, Kamis (11/5/2023).

Lebih lanjut, Yon menegaskan, pihaknya masih menunggu penandatangan kesepakatan internasional yang direncanakan akan dilakukan pada tahun 2023.

“Kita tentu menunggu kesepakatan internasional tersebut ditandatangani,” ujarnya.

PPN PMSE

Di sisi lain, Yon menyebut, PPN PMSE terus mengalami perkembangan yang signifikan, hal itu terbukti dengan meningkatnya pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sampai dengan 30 April 2023 tercatat ada 148 pelaku usaha PMSE. Ada tambahan 4 pelaku usaha pemungut PPN PMSE jika dibandingkan dengan bulan lalu.

Dari keseluruhan pemungut pajak yang telah ditunjuk tersebut, 129 diantaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran sebesar Rp 12,2 triliun.

“Jadi benar, PMSE itu ada dua, PPh sama PPN. Kalau PPN-nya sudah kita terapkan. Sudah bertambah terus baik dari jumlah pemungutnya. Tapi dari segi PPh-nya, kita komitmen untuk ikut yang internasional. Jadi, trennya sudah naik terus,” pungkas Yon Arsal.

Source link

002008000_1677499622-IMG_20221019_132125.jpg

Menko Luhut Sebut Pemilik Lahan Sawit 9 Juta Hektare Tak Bayar Pajak, DJP: Datanya Beda

Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menindaklanjuti hasil audit industri kelapa sawit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan hasil audit BPKP memperlihatkan bahwa ada pengusaha pemilik lahan sawit seluas 9 juta hektare belum membayar pajak.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, meskipun ada perbedaan data, Direktorat Jenderal Pajak memastikan akan menindaklanjuti temuan tersebut.

“Terkait sawit ada informasi data yang beda ya pasti kami tindaklanjuti,” kata Suryo dalam Media Brief di Kantor Ditjen Pajak, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).

Pengumpulan data luas lahan kebun sawit dilakukan lewat surat pemberitahuan objek pajak dalam berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilaporkan. Selain itu, ada juga data berupa pembayaran PPh perusahaan atau badan.

“Sehingga jika ada perbedaan data, maka solusi yang diambil dengan melakukan pencocokan data,” kata dia.

“Kalau ada yang berbeda ya nanti kita coba cocokkan data yang tadi dengan data SPT kita. Jadi sekarang fasenya kita cocokin, seperti apa nanti kita lihat,” sambungnya.

Suryo mengatakan DJP selaku melakukan verifikasi data dan membandingkan dengan SPT. Kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan pengawasan, kalkulasi, dan permintaan klarifikasi.

“Kalau memang risk managementnya keluar mungkin kita lakukan pemeriksaan. Bahasa sederhana kami ya seperti itu,” kata dia.

“Dan saya ini senang karena insyaallah menambah penerimaan pada waktu kita memang pengen meningkatkan tax ratio,” sambung dia.

 

Source link

036590200_1502093751-Coldplay-Chris-Martin4.jpg

Tiket Konser Coldplay di Jakarta Kena Pajak Tinggi? Ini Penjelasan DJP

Meskipun pengaturan pajak hiburan diatur oleh Pemerintah Daerah, namun data mengenai pajak hiburan wajib disampaikan kepada Pemerintah Pusat. Karena data-data tersebut nantinya akan dilihat keterkaitannya dengan pajak di sektor lainnya, misalnya dengan sektor pariwisata, transportasi, hingga makanan dan minuman.

“Sebagaimana dilaporkan bu Menteri di setiap laporan bulanan memang disana dilaporkan, jadi berapa perkembangan pajak liburan itu setiap bulan, ini penting buat kita. kenapa? karena di DJP pak Dirjen juga melaporkan data pajak untuk sektor-sektor tertentu, apa sektor pariwisata, transportasi, makanan dan minuman, data itu di djp juga sangat penting,” jelas Yon.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti, menambahkan bahwa pajak hiburan itu tertuang dalam PERDA Prov. DKI Jakarta No. 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan.

“Sudah kewenangan pemerintah daerah, gara-garanya coldplay mau show di Jakarta dan netizen ribut katanya pajaknya besar ada fee nya segala. Kami tekankan bahwa itu adalah kewenangan Pemda untuk mengatur, kalau di Jakarta sendiri itu diatur melalui pajak daerah perda nomor 3 tahun 2015 tentang pajak hiburan. ada 15 persen dan fee nya 5 persen,” ujarnya.

Source link

025003700_1677053916-Pajak_2.jpg

Aturan Pajak Natura Terbit Juni 2023, Fasilitas Kantor ke Karyawan Bakal Kena PPh

Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan aturan pajak natura akan terbut Juni 2023. Natura adalah fasilitas kantor atau kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan dalam bentuk barang pada pegawai atau karyawan.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menjelaskan, aturan pajak natura akan diterbitkan di Juni 2023. “Ini mudah-mudahan bulan depan, sebulan ke depan siap kita terbitkan,” kata Hestu dalam Media Briefing DJP 2023, di Kantor DJP, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).

Pada prinsipnya peraturan tentang pajak natura sudah selesai dilakukan. Hanya saja saat ini masih perlu waktu untuk harmonisasi dengan peraturan yang lain. “Natura pada prinsipnya sudah finalisasi, ini tinggal harmonisasi,” kata Hestu.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menegaskan, penerapan pajak natura berhubungan dengan nilai kepantasan yang diterima pekerja atau pegawai dari perusahaan.

“Pajak natura ini masih dalam progres tapi esensinya treshold (batasannya) ini kepantasan,” kata dia.

Secara khusus dalam aturan ini akan pemerintah akan mengatur fasilitas yang bakal dikenakan Pajak Natura. Secara jenisnya, ada natura yang merupakan penghasilan dan bukan penghasilan. Dia memastikan fasilitas alat kerja yang diterima pegawai tidak akan dikenakan pajak natura.

“Natura ini kan ada yang memberi dan menerima. Jenisnya sudah ada , alat kerja tidak akan dikenakan (pajak natura) tapi ada semacam batasan,” pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Source link